AMDAL dan UU Cipta Kerja

- Rabu, 11 November 2020 | 11:06 WIB
Penulis: Imam Wahyudi
Penulis: Imam Wahyudi

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan salah satu persyaratan izin dalam usaha atau suatu kegiatan untuk mencegah lingkungan agar tidak mengalami kerusakan dan mengurangi dampak pada masyarakat sekitar, termasuk investasi yang berisiko tinggi yang mengubah bentuk lahan atau hutan. Seperti eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam, baik mineral ataupun batu bara yang sangat berpotensi terjadinya kerusakan lingkungan.

=========================
Oleh: Imam Wahyudi
Mahasiswa Fakultas Hukum ULM
=========================

Pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Desentralisasi Kekuasaan yang melahirkan suatu kewenangan pada otonomi daerah, maka pemerintah daerah berhak untuk mengatur mengenai dampak lingkungan, termasuk di sektor pertambangan.

Namun penanganan pemerintah daerah dalam menangani dampak lingkungan sekarang terkesan masih lemah. Meskipun pada UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan AMDAL bukan termasuk izin usaha yang wajib dilampirkan, alangkah baiknya agar pemerintah bersikap tegas untuk menindak beberapa pertambangan ilegal yang tidak mengantongi izin.

Di sisi lain, ada banyak sekali kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pertambangan, seperti tanah longsor, banjir, lubang bekas tambang yang tidak ditutupi, jalanan yang retak, dan lain sebagainya.
Sejak disahkannya UU Ciptakerja, setelah ditelaah lebih mendalam, ada beberapa pasal dalam UU Ciptakerja yang diubah salah satunya adalah Pasal 26 UU Ciptakerja yang merupakan perubahan pada Pasal 26 UU No 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .

Yaitu, (1) Dokumen AMDAL sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 disusun oleh pemrakarsa yang melibatkan masyarakat. (2) Penyusunan dokumen AMDAL dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.

Perubahan pada Pasal 26 ayat (2) UU Ciptakerja terkait penyusunan dokumen AMDAL ternyata hanya melibatkan masyarakat yang terdampak saja. Jika dibandingkan pada Pasal 26 UU No 23 Tahun 2009 dijelaskan pada ayat (2) dan (3) bahwa penyusunan dokumen AMDAL harus melibatkan masyarakat yang terdampak, pemerhati lingkungan hidup, serta orang-orang yang terpengaruh dalam segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

Ke depan, jika mengacu pada regulasi baru tersebut, proses penyusunan dan pembahasan AMDAL tak lagi melibatkan masyarakat yang tidak terdampak, pemerhati lingkungan seperti LSM, dan orang-orang yang terpengaruh dalam segala bentuk keputusan proses AMDAL.

Selain itu, pada Pasal 26 ayat (2) UU Ciptakerja tidak memuat lagi kalimat pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.

Pada Pasal 26 UU No 32 Tahun 2009, dinyatakan bahwa masyarakat yang dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen AMDAL. Tetapi pada Pasal 26 UU Ciptakerja tidak ada lagi hak masyarakat untuk dapat mengajukan keberatan mengenai dokumen AMDAL tersebut. Maka perlu digaris bawahi, bahwa hak masyarakat di sini sudah dihapus oleh pemerintah dalam UU Ciptakerja. (*/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X