7 Perusahaan Belum Setor Jamrek, Walhi Sesalkan Perpanjangan Izin Tambang

- Jumat, 13 November 2020 | 11:28 WIB

BANJARMASIN - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalsel masih kesulitan menagih dana jaminan reklamasi (jamrek) ke sejumlah perusahaan tambang batubara. Hingga kini masih ada tujuh perusahaan yang belum menyetor.

Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) pada Dinas ESDM Kalsel, Gunawan Harjito mengatakan, tujuh perusahaan tersebut diketahui belum menyetorkan dana jamrek setelah BPK RI melakukan pemeriksaan pada 2019 lalu.

"Temuan BPK awalnya ada 52 perusahaan yang belum menyetor (dana jamrek). Setelah kami tagih, sudah ada 45 yang menyetor. Jadi, sekarang sisa tujuh perusahaan yang belum," katanya.

Dia mengungkapkan, dari 45 perusahaan itu pihaknya berhasil mengumpulkan dana jamrek sekitar Rp133 miliar. Sedangkan sisa yang belum disetor oleh tujuh perusahaan lainnya, sebesar Rp12 miliar lebih. "Kalau ditotal dari 52 perusahaan ini, kita bisa mengumpulkan sekitar Rp145 miliar," ungkapnya.

Pihaknya sendiri terus berupaya menagih dana jamrek dari tujuh perusahaan yang belum menyetor. Sebab, menurutnya hal itu sudah menjadi kewajiban perusahaan. "Semua perusahaan sebelum menambang harus setor jaminan dulu," ujar Gunawan.

Dia menuturkan, ada beragam alasan yang diutarakan perusahaan sehingga belum bisa menyetor dana jamrek. Mulai dari, merasa belum melakukan kegiatan penambangan, lokasi izinnya berada di kawasan hutan dan belum punya jalan untuk mengangkut hasil produksi. "Tapi, apapun alasannya kewajiban harus dipenuhi," tuturnya.

Jamrek yang dihimpun Dinas ESDM Kalsel sendiri tahun ini terus bertambah, dari Rp552 miliar dan USD2,7 juta pada Januari 2020 menjadi Rp577 miliar dan USD2 juta pada November ini. "Sedangkan jaminan pascatambang berjumlah Rp31 miliar dan USD723 ribu," beber Kepala Dinas ESDM Kalsel, Isharwanto.

Dia menuturkan, jamrek dihimpun dari 488 izin usaha pertambangan (IUP), sementara jaminan pascatambang dari 68 IUP. "Jamrek terbanyak berasal dari Kabupaten Tanah Bumbu, yakni senilai Rp208 miliar dari 182 IUP. Sedangkan terkecil dari Hulu Sungai Tengah, Rp30 juta dengan 1 perusahaan," tuturnya.

Begitu juga dengan jaminan pascatambang, terbesar berasal dari Tanah Bumbu: Rp12 miliar dengan 8 perusahaan. Terkecil dari HST dan Tapin masing-masing Rp30 juta dengan satu dan dua IUP.

"Jamrek dititipkan di bank sebagai syarat operasi produksi dengan besaran Rp90 juta sampai Rp110 juta per hektare," beber Isharwanto.

Sementara itu, diperpanjangnya izin PT Arutmin Indonesia dan kemungkinan akan disusul oleh perusahaan tambang besar lainnya, sangat disayangkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel.

Organisasi gerakan lingkungan hidup tersebut menilai, perpanjangan izin perusahaan tambang tanpa adanya evaluasi secara menyeluruh bakal membawa dampak merugikan bagi alam dan masyarakat.

“Seharusnya sebelum memberikan perpanjangan izin, perusahaan tambang itu dievaluasi dulu kinerjanya. Kita ketahui bersama, tidak sedikit kerusakan yang terjadi dengan hadirnya perusahaan tersebut,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono.

Menurutnya, evaluasi sangat penting dilakukan. Karena hal itu digunakan sebagai parameter kelayakan pemerintah untuk memberikan izin kembali.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X