BANJARMASIN – Debat publik pasangan calon kepala daerah adalah salah satu syarat yang harus diikuti kandidat. Lalu seberapa efektif debat tersebut sebagai sarana promosi calon?
Untuk diketahui, pelaksanaan debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalsel, KPU Kalsel menggelarnya selama tiga kali. Biaya satu kali debat pun terbilang tinggi, memakan biaya sekitar Rp60 juta. “Itu sudah paling murah. Jika dibandingkan dengan provinsi lain, ada yang mencapai ratusan juta rupiah,” terang Sekretaris KPU Kalsel, Basuki kemarin.
Dia menyebut, debat pasangan calon ini sama dengan iklan sosialisasi di media cetak maupun elektronik yang juga difasilitasi oleh KPU. “Bedanya jika di televisi ada saling adu argumen. Sementara di media cetak dan elektronik hanya penyampaian visi dan misi,” jelasnya.
Di sisi lain, pengamat politik UIN Antasari Ani Cahyadi berpendapat, Pilkada yang digeber di tengah Pandemi Covid-19 memang sangat membatasi kampanye. Debat terbuka adalah bagian paling mudah untuk mengenali kandidat serta wawasan dan gagasannya. “Debat terbuka memang menjadi pilihan atau alternatif saat ini untuk mengetahui dan mengenali pasangan calon, tapi pengaruhnya sangat kecil,” sebutnya kemarin.
Diungkapkannya, mengacu pada Pilkada tahun 2018 lalu, efektifitas debat hanya mampu mempengaruhi sekitar 2 persen dalam mempengaruhi pemilih. “Hasil berbagai evaluasi, memang efektifitas debat untuk mempengaruhi pemilih sangat kecil. Namun di berbagai daerah, efektifitasnya berbeda-beda. Sejauh apa pemilih daerah tersebut melek,” imbuhnya.
Menurutnya, penayangan debat di media sosial perlu juga dilakukan untuk menyasar segmen pemilih pemula. “Ini tinggal peran KPU, bagaimana agar debat terbuka ini juga di bisa diakses melalui media mainstream,” tandasnya.
Pakar komunikasi politik FISIP ULM, Muhammad Fahriannor pun berkesimpulan demikian. Menurutnya, dalam komunikasi politik debat bertujuan untuk memberikan edukasi politik kepada masyarakat. Di dalam debat tersebut, penyampaian visi dan misi harus sampai ke masyarakat atau pemilih.
“Saat ini media sosial begitu banyak dan paling sering digunakan oleh masyarakat. Tak bisa kita sampingkan, youtube, facebook dan Instagram begitu banyak diakses. Media seperti ini yang juga harus dipakai oleh KPU,” cetusnya.
Terlebih, saat ini semuanya hampir pasti memiliki akun di media sosial. “Debat tak hanya menyasar pemilih di luar generasi milenial. Agar sampai, harus juga menggunakan media sosial,” tambah Fahri.
Soal akses debat ke media sosial, seperti youtube menurutnya juga harus dilakukan upaya promosi agar ditonton pula oleh masyarakat. “Terkadang kalau hanya memakai televisi, ada kawasan yang susah menjangkaunya,” sebutnya.
Debat terbuka antar pasangan calon ini tekannya, jangan sampai hanya sebagai menggugurkan kewajiban yang disyaratkan di PKPU. “Jangan sampai ini terjadi. Melalui debat, masyarakat akan mengetahui kelebihan antar pasangan calon,” tandasnya. (mof/ran/ema)