Tatap Muka, Solusi atau Bunuh Diri..?

- Senin, 23 November 2020 | 11:54 WIB
Penulis: Muhammad Asrori, S.Pd
Penulis: Muhammad Asrori, S.Pd

Setelah lebih dari delapan bulan sekolah-sekolah di Kalimantan Selatan menerapkan pembelajaran jarak jauh, empat sekolah menengah pertama (SMP) di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin, SMPN 7, SMPN 10, SMPN 12, dan SMPN 31 telah melaksanakan simulasi pembelajaran tatap muka pada tanggal 16 November. Bahkan, saat ini sekolah yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru, SMPN 1 juga akan menjadi pilot projek untuk ikut melaksanakan pembelajaran tatap muka di awal Desember.

=========================
Oleh: Muhammad Asrori, S.Pd
Guru SMA Negeri 1 Banjarbaru
=========================

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada Jumat (20/11/2020) mengumumkan bahwa pembelajaran tatap muka akan dilaksanakan mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021. Kebijakan tersebut tentu memiliki konsekuensi yang tinggi di tengah masih banyaknya kasus baru Covid-19. Perlu diketahui, dua hari terakhir, jumlah orang yang terpapar wabah virus terus meningkat. Per tanggal 19 November saja, Indonesia mengumumkan kasus positif baru sebanyak 4.792 orang. Kemudian, pada tanggal 20 November, kasus baru meningkat menjadi 4.998 orang.

Kalimantan Selatan juga menjadi salah satu penyumbang angka yang cukup besar, yaitu 58 kasus pada 20 November dan 89 kasus pada 21 November (dilansir dari kawalcovid19.id). Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa wabah Covid-19 ini belum berakhir. Dunia masih belum aman.

Dengan masih banyaknya kasus baru yang muncul, tentu membuat orang tua merasa ragu untuk melepaskan anak-anaknya kembali ke sekolah. Meskipun protokol kesehatan diterapkan dengan sangat ketat. Seperti halnya di SMP Negeri 1 Banjarbaru, dari survei yang dilakukan para guru, hampir 50 persen orang tua siswa tidak menghendaki proses pembelajaran tatap muka di sekolah (dilansir dari kanalkalimantan.com, 14/10/20).

Orang tua tentu khawatir akan keselamatan anaknya. Mereka akan berpikir dua kali, sebab kebijakan tersebut bagi mereka layaknya pisau bermata dua: solusi atau justru “bunuh diri”. Apalagi hingga saat ini masih belum ditemukan obat yang dapat membinasakan virus asal Cina tersebut. Yang ada hanyalah vaksin yang sampai saat ini juga masih belum didistribusikan ke masyarakat.

Namun, meskipun tidak semua orang tua setuju dengan kebijakan tersebut, pihak sekolah maupun dinas terkait merasa perlu untuk tetap melaksanakan pembelajaran tatap muka. Hal itu didasari oleh banyaknya keluhan, baik dari siswa, orang tua, maupun para guru sendiri terkait pembelajaran jarak jauh yang dirasa kurang efektif karena berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut meliputi masalah teknis mapun nonteknis.

Kendala teknis yang paling sering ditemui adalah masalah gawai yang kurang memadai, kuota internet, juga jaringan yang kadang tidak stabil. Sedangkan kendala nonteknis biasanya ditujukan kepada kurangnya kemampuan guru dan siswa dalam mengoperasikan teknologi digital, serta tidak fokusnya siswa dalam belajar, karena faktor situasi dan kondisi di rumah mereka.

Nah, karena banyaknya permasalahan yang dihadapi siswa tersebut, sekolah memang perlu membuat kebijakan dengan mengambil langkah ekstrem, yaitu dengan menerapkan pembelajaran tatap muka meskipun kondisi wabah covid-19 ini belum berakhir. Tentu saja langkah yang dilakukan oleh sekolah maupun dinas pendidikan yang menaunginya tidak serta merta mengabaikan protokol kesehatan.

Justru, dari fakta yang ada, sekolah-sekolah tersebut berupaya semaksimal mungkin menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, sekolah juga berpatokan pada kondisi di wilayahnya, apakah sudah masuk dalam kategori zona hijau atau kuning. Jika wilayah sekolah tersebut masih berada pada zona orange atau merah, tentu kebijakan tersebut akan ditinjau ulang.

Salah satu contoh sekolah yang sudah melaksanakan pembelajaran tatap muka adalah SMP Negeri 10 Banjarbaru. Pada hari pertama, kepala sekolah melakukan penyambutan siswa dengan protokol kesehatan, yakni dengan cara memeriksa suhu tubuh murid dan guru saat berada di depan pintu masuk utama.

Selanjutnya, setelah semua berada di sekolah, siswa tidak serta merta belajar di dalam kelas. Mereka dikumpulkan di halaman dengan tujuan memberikan arahan terkait penerapan protokol kesehatan. Siswa yang mengikuti pembelajaran tatap muka pun tidaklah keseluruhan, tetapi hanya 50 persen dari total siswa. Jadi, siswa tetap belajar dengan jarak yang aman karena jumlahnya dikurangi setengahnya. Sekolah tetap menerapkan anjuran pemerintah, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak sesuai protokol kesehatan.

Dari semua hal yang telah dilakukan sekolah-sekolah tersebut, tidak bisa dikatakan bahwa kebijakan pembelajaran tatap muka adalah sebuah tindakan “bunuh diri”. Bunuh diri merupakan sebuah tindakan di mana seseorang melakukan suatu hal yang dapat menyebabkan kematian bagi dirinya sendiri.

Sedangkan jika dikaitkan dengan kebijakan sekolah dalam menerapkan pembelajaran tatap muka, sekolah telah mempersiapkan segalanya demi mengantisipasi penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, orang tua siswa dapat lebih bijak dalam menyikapi kebijakan sekolah ini. Penulis yakin bahwa tidak ada niat buruk sekolah kepada para siswanya sendiri.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X