Kesalehan Politik

- Kamis, 3 Desember 2020 | 07:12 WIB

NURCHOLIS Madjid tersohor dengan slogan 'Islam yes, partai Islam no!'

=====================
Oleh: Syarafuddin
Editor Halaman Metropolis Radar Banjarmasin
=====================

Saya ingat, keluarga yang memang secara politik "hijau" tulen, geger mendengar seruan Cak Nur.

Mereka sedih. Mengapa Cak Nur malah membuat pernyataan yang menguntungkan "partai kuning". Padahal, semasa muda ia memimpin HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).

Slogan itu sebenarnya dicetuskan Cak Nur pada 1970 di Taman Ismail Marzuki. Lima dekade silam! Tapi saban pemilu, slogan itu rutin diungkit.

Itu masa sebelum reformasi. Saya masih terlalu kecil untuk memahami perdebatan politik di meja makan.

Tapi ada pernyataan lain yang lebih mengena di hati. Cak Nur membuat istilah kesalehan pribadi dan kesalehan sosial.

Bahwa yang taat salat, berpuasa, tak lepas zikir, rajin ke masjid dan sudah berhaji adalah individu saleh. Di Indonesia, jumlah yang begini banyak.

Yang langka adalah yang mampu naik kelas menuju kesalehan sosial.

Saleh secara sosial artinya peka kepada masalah tetangga, kawan dan umat. Tak menumpuk kekayaan secara culas. Toleran tapi kritis. Dan menjaga lingkungan dari tangan-tangan perusak.

Konsep Cak Nur memang tak baru. Karena Islam sudah mengajarkan hablum minallah dan hablum minannas. Artinya, muslim tak hanya dituntut bersikap baik kepada tuhan, tapi juga kepada sesama manusia.

Menjelang Pilkada 2020, sepekan menuju hari pencoblosan, ujar-ujaran Cak Nur terasa layak disegarkan lagi.

Hari-hari ini, kita melihat kandidat, entah calon Wali Kota Banjarmasin atau calon Gubernur Kalsel, mencitrakan diri sebagai sosok religius.

Berlaku untuk semua. Apakah kader partai Islam atau partai nasionalis. Dari kalangan politikus atau birokrat.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X