Ribuan Warga Banua Jadi TKI Ilegal di Luar Negeri

- Jumat, 11 Desember 2020 | 10:51 WIB
IMPIAN NEGERI ORANG: Para TKI Indonesia di luar negeri. Bekerja di luar negeri masih menjadi impian banyak pekerja Indonesia. | FOTO: LIPUTAN6
IMPIAN NEGERI ORANG: Para TKI Indonesia di luar negeri. Bekerja di luar negeri masih menjadi impian banyak pekerja Indonesia. | FOTO: LIPUTAN6

BANJARBARU - Banyak masyarakat Kalimantan Selatan punya minat besar menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. UPT Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kalselteng mencatat, saat ini diperkirakan ada ribuan warga Banua yang bekerja di luar negeri sebagai seorang PMI. Sayangnya, sebagian besar dari mereka berangkat secara ilegal atau non prosedural.

Kepala UPT BP2MI Banjarbaru Wilayah Kalselteng, Fachrizal mengatakan, berdasarkan hasil riset yang mereka lakukan, diprediksi ada ribuan masyarakat Kalsel yang kini menjadi PMI ilegal. "Saya yakin ada ribuan orang Kalsel yang saat ini bekerja di luar negeri tapi tidak terdata. Baik itu melalui non prosedural, over stay, atau saat berangkat umrah menetap di Arab untuk bekerja," katanya.

Dia menuturkan, riset mereka lakukan dengan cara mendatangi sejumlah desa untuk mendata masyarakat Kalsel yang bekerja di luar negeri.

"Baru lima persen desa dari jumlah desa di Kalsel yang kami data. Tapi sudah ada 524 orang yang diketahui jadi PMI. Karena itu, kalau terdata di semua desa saya yakin ada ribuan orang Kalsel yang jadi PMI," tuturnya.

Dari 524 orang itu, Rizal menyebut sebagian besar tidak terdata di UPT BP2MI Banjarbaru Wilayah Kalselteng. Sehingga dipastikan, menjadi PMI ilegal. "Karena pada 2020, PMI yang terdata hanya 61. Sedangkan 2019, 166; 2018, 171 dan 2017, 132," sebutnya.

Lalu apa yang membuat masyarakat Kalsel mau menjadi PMI non prosedural? dia menuturkan, ada banyak cara yang dilakukan agen atau sindikat untuk merekrut PMI. Di antaranya adalah iming-iming gaji yang besar dan iming-iming uang untuk keluarga yang ditinggalkan. "Selain itu juga bisa berhaji, sehingga masyarakat mau," tuturnya.

Padahal kenyataannya, Rizal menyampaikan, ada banyak permasalahan yang dialami PMI non prosedural. Mulai dari penyiksaan hingga gaji tidak dibayar majikannya. "Sementara mereka tidak mempunyai perlindungan, karena berangkat secara non prosedural," ucapnya.

Lanjutnya, pekerja dari Kalsel sendiri sebagian besar di Arab Saudi. Saat ini, pemberangkatan PMI tengah ditutup lantaran merebaknya virus corona. "Jadi masyarakat yang ingin berangkat agar menahan diri dulu, sampai dibukanya kebijakan sistem penempatan satu kanal ke Saudi Arabia," ujarnya.

Terkait masih banyaknya PMI yang berangkat secara ilegal, Rizal mengungkapkan bahwa pihaknya selalu gencar melakukan pencegahan. Baik di bandara, maupun di tempat penampungan. "Setiap tahun ada puluhan orang berhasil kami gagalkan berangkat. 2018 ada 51 orang, 2019 ada 31 dan 2020, 19 orang," bebernya.

Sementara itu, Psikolog Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Sukma Noor Akbar berpendapat, banyak masyarakat memilih jadi TKI lantaran sempitnya lahan pekerjaan di Indonesia.

"Selain itu, masyarakat kurang mampu untuk membuka usaha sendiri lantaran minimnya keterampilan, modal dan kesempatan juga akhirnya memilih menjadi TKI," paparnya.

Ihwal banyaknya TKI non prosedural, menurutnya karena proses yang berbelit dalam administratif, lama waktu dipanggil untuk keluar negeri, serta pendidikan dan pelatihan sebelum berangkat menjadi momok bagi tenaga kerja. Sehingga keinginan menerobos aturan itu muncul dengan menjadi TKI ilegal. "Meskipun dengan biaya yang lebih besar daripada berangkat melalui jalur resmi," bebernya.

Di samping itu, permasalahan ekonomi, terutama terkait dengan perut kata Sukma terkadang membuat seseorang tidak berpikir panjang. Apalagi latar belakang pendidikan juga terbatas, sehingga seseorang dengan kemampuan terbatas dan terdesak akan mengambil keputusan untuk berangkat secara ilegal. "Apalagi jalur-jalur ilegal atau tekong diketahui oleh mereka, jadi jalur itulah yang diambil," katanya.

Menurutnya, pemerintah perlu bertindak tegas, sebab yang dirugikan adalah TKI ilegal itu sendiri dan tercorengnya citra pemerintah karena dianggap tidak bisa mengatur TKI. "Keterampilan dan mental yang kurang juga bisa mengakibatkan TKI menjadi dianggap tidak bisa bekerja, padahal kebutuhan TKI sangat tinggi di luar negeri," pungkasnya. (ris/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB
X