Bagi warga Martapura Barat dan Timur, ini mengulang trauma banjir bandang 2006 silam. Bedanya, pandemi belum berlalu.
Bayangkan, ada ratusan pengungsi yang berjejal di tenda darurat. Protokol corona adalah hal terakhir yang harus dipikirkan setelah selimut dan air bersih.
Penyebabnya, silakan dirunut. Dari lubang tambang yang dibiarkan tanpa reklamasi. Hutan di gunung yang dibabat. Pendangkalan sungai. Kali mampat oleh sampah. Cuaca ekstrem. Bla-bla-bla.
Di Banjarmasin, didukung curah hujan tinggi, permukaan Sungai Martapura naik dengan cepat.
Menyangkut anak Sungai Barito itu, boleh lah khawatir. Sebab, ibu kota provinsi ini merupakan daerah hilir. Ancaman banjir kiriman dari hulu itu nyata.
Tapi, apakah ini berita baru? Maksudnya, mengapa bencana ini bisa menjadi siklus? Berputar-putar dalam lingkaran setan.