BATULICIN - Selasa (26/1) masuk hari ketiga pencarian korban tambang manual di KM33 Kecamatan Mantewe. Tim gabungan ramai di sana, dibantu warga. Tapi tidak dapat berbuat banyak, lubang terowongan masih tertutup.
Lubang itu berada di bawah galian tambang sedalam kurang lebih 75 meter. Mesin besar penyedot air bekerja menguras, tapi debit air begitu besarnya. "Kalau air sudah sepinggang kami akan masuk," kata Kepala Kantor SAR Banjarmasin Sunarto, sore kemarin di lokasi tambang.
Rencananya, kata Sunarto, jika masuk mereka akan membawa penambang sebagai penunjuk jalan.
Lantas bagaimana peluang hidup 10 orang yang masih terjebak di dalam? Beberapa penambang yang selamat yakin mereka aman. Berada di bagian yang tinggi dengan luas yang cukup untuk istirahat 10 orang.
Ahmad Rizky pemuda asal Amuntai berusia 25 tahun mengisahkan suasana awal petaka itu tiba. Rizky baru saja menikah dengan Mia. Mereka tinggal di mes kayu di lokasi tambang.
Rizky sudah bekerja di sana sejak tahun 2014. Terowongan dibangun awalnya dengan cara manual. Ketika pintu terbuka, baru masuk alat bor. Tahun ke tahun, peralatan canggih tidak lagi digunakan, semua serba manual. Pakai linggis dan sejenisnya."Puluhan kami bekerja di sini," katanya.
Hari naas itu, tidak ada terbersit sedikitpun di benak dia dan kawan-kawan penambang akan ada bencana. Sebenarnya sinyal bahaya sudah lama terlihat. Sejak jebolnya dinding lubang tambang di sisi lain belum lama tadi.
Lubang yang jebol itu mereka tutup dengan karung berisi tanah. Namun di Minggu naas itu pukul 14.00, lubang itu kembali jebol, dan longsor. Padahal saat itu katanya hanya gerimis, tidak ada hujan lebat.
"Kami waktu itu ada lima orang (berdekatan). Mendengar suara gemuruh, seperti ada yang runtuh," kenangnya. Wajah istri di belakangnya yang mendengar kisah itu tampak pucat.
Beruntung saat itu Rizky dan empat rekannya berada di dekat mulut terowongan belakang yang jebol itu. Mereka berlarian ke sana, sambil meneriaki rekan-rekan yang ada di bagian terdalam. Teriakan mereka tidak ada sahutan.
Makin ke atas gemuruh longsor makin deras, air lumpur mulai masuk. Mereka berjibaku melawan liat dan derasnya tekanan lumpur. Dekat mulut longsor, mereka melihat cahaya. Itu memberikan kekuatan.
Lumpur sudah setinggi leher mereka. Tapi cahaya itu sudah dekat. Mereka menguatkan diri. Sampai mulut longsor tenaga mereka habis. Di depan lautan air berlumpur terlihat. Air terus masuk menekan badan mereka.
Kebetulan seorang melihat ada kayu di depan, persis di tepi galian tambang. Ke sana mereka berjalan, memaksa semua tenaga. Satu berhasil meraih kayu. Dengan itu dia mendorong dirinya ke atas, dan berhasil meraih tepian galian. Begitulah, satu-satu akhirnya berhasil naik.
Setelah kengerian usai. Mereka berlarian ke mess. Mengabari pekerja-pekerja lainnya. Informasi pun segera sampai ke pemerintah. Tim pun turun. Hujan juga. Air mulai memenuhi lubang tambang. Terowongan depan tertutup sudah. Begitu juga terowongan belakang yang longsor.
Saat itu di dalam masih ada 17 orang. Mereka berada di bagian terdalam terowongan. Tahu ada bahaya ketika mendengar suara gemuruh, dan air deras masuk ke dalam.
Berputar-putar 17 orang ini mencari jalan ke luar. Hape tidak berfungsi. Tidak ada sinyal. "Hape itu biasanya cuma dipakai mutar MP3," kata Sabiah, ibu muda dari Pelaihari yang baru saja datang ke sana, ketika dikabari suaminya masih terjebak.
Yang memimpin 17 orang itu namanya Arsyad. Dia dari Kuala Kapuas. Baru setahunan bekerja di sana. "Aku paling depan, di belakangku anakku," ujarnya bercerita. Badannya penuh guratan luka, yang mulai mengering.
Saat itu katanya, lumpur setinggi lutut. Ketika mereka berusaha mencari jalan ke luar. Di sebuah persimpangan terowongan air makin dalam. Arsyad paling depan, memegang tangan anaknya Putra Efendy yang masih sekolah kelas 3 SMK.
Tiba-tiba dari arah samping terdengar gemuruh disertai siulan. Berpaling, dia melihat gelombang air berwarna cokelat menerjang. Dia berteriak menyebut nama anaknya, sebaliknya juga. Tapi hempasan air itu demikian kuat, pegangan terlepas.
Ada setengah jam Arsyad dibawa air. Berputar-putar dalam terowongan. Sampai akhirnya dia terdampar. Artinya air sudah habis tekanannya. Badannya sakit semua. Di dada, punggung, kaki penuh luka gores dengan bebatuan dinding terowongan.
Yang pertama dia lakukan adalah meneriakkan nama anaknya. Tidak ada jawaban. Tapi dia yakin, anaknya selamat. Karena sempat mendengar teriakan rombongan yang berlari kembali ke tempat yang tinggi. "Waktu saya terseret air, saya dengar mereka berlari ke kembali, ke tempat yang tinggi," bebernya.
Dalam kegelapan Arsyad terus berjalan. Dia kemudian bertemu tiga rekannya, ketemu lagi dua orang. Akhirnya mereka ada tujuh orang. Terus berputar-putar. Menganalisa situasi. Semua sudah berubah, mereka tidak tahu lagi arah. Senter terbatas.
P"Yang 10 orang (termasuk anaknya) saya yakin masih aman di dalam. Di dalam itu ada tempat luas dan tinggi, yang tidak tersentuh air," ucapnya.
Lapat-lapat Arsyad mendengat suara teriakan dari luar. Ke sana mereka berjalan. Tidak lama kemudian terlihat cahaya senter. Ke sana mereka berlari. Lumpur setinggi dada mereka terjang. Dan akhirnya bisa ke luar. Sekitar pukul 02.00 dini hari Senin (25/1) tadi.
Kini keluarga besar Arsyad sudah hadir. Termasuk istrinya. Firasat orang tua mereka mengatakan, sang anak masih selamat.
Risiko begitu tinggi, mengapa mereka mau jauh datang ke sana bekerja? Pertama faktor perut. Ke dua, penghasilan tambang itu lumayan. "Seminggu sekali biasanya suami saya transfer. Sekitar sejuta," kata Sabiah. Matanya sembab, kebanyakan menangis. Suamianya, Gondang, masih terjebak di dalam.
Rizky si pengantin baru mengatakan, jika kuat, sehari bisa dapat seratus karung. Artinya bisa meraup bersih Rp700 ribu. Tapi rata-rata sekitar 60 karung bisa dibawa ke luar.
Mereka mengaku, bekerja selalu mengutamakan keselamatan. Tambang manual itu sudah berjalan bertahun-tahun. "Baru sekarang kejadian begini," sedih Rizky.
Melihat nyawa taruhannya, banyak dari pekerja mengaku akan pulang. "Kalau nant anak saya sudah ketemu. Kami pulang, gak kerja di sini lagi," kata Arsyad.
Sementara itu, dari informasi di lapangan evakuasi diperkirakan akan dilakukan tengah malam atau pagi. Menunggu air di dalam galian tambang berkurang, sampai titik aman untuk dilalui. (zal/ran/ema)