Tanpa Tambang dan Kebun Sawit Skala Besar HST Tetap Tenggelam, Ilegal Logging Dituding jadi Penyebab

- Kamis, 28 Januari 2021 | 15:37 WIB
MASALAH: Ternyata di tahun 2020, penurunan tutupan lahan di HST sangat signifikan yakni 23 persen. Alhasil sisa tutupan lahan di HST hanya 38 persen saja. | Foto: JAMALUDDIN/Radar Banjarmasin
MASALAH: Ternyata di tahun 2020, penurunan tutupan lahan di HST sangat signifikan yakni 23 persen. Alhasil sisa tutupan lahan di HST hanya 38 persen saja. | Foto: JAMALUDDIN/Radar Banjarmasin

BARABAI- Banjir bandang di Hulu Sungai Tengah yang menghancurkan ratusan rumah menyisakan pertanyaan besar. Apa faktornya, padahal wilayah HST tidak memiliki tambang dan perkebunan sawit skala besar.

Menurut data citra satelit yang didapat Radar Banjarmasin dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Hulu Sungai Tengah, penyebab utama banjir karena penurunan tutupan lahan di HST dalam tiga tahun terakhir sebanyak 23 persen.

Sebelumnya pada tahun 2018 tutupan lahan HST mencapai angka 61 persen. Namun pada tahun 2020, tutupan lahan HST tersisa 38 persen saja. Padahal idealnya satu daerah pegunungan harus memiliki tutupan lahan minimal 50 persen.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup, M Yani menjelaskan penurunan tutupan lahan itu disebabkan karena ada pembukaan lahan dan ilegal logging yang tidak terkendali.

"Kewenangan untuk mengatasi ini ada di pemerintahan provinsi. Kita bukan menyalahkan pemprov tapi inilah kenyataan yang ada, bahwasannya lahan kita terbuka sedemikian rupa," katanya saat ditemui Radar Banjarmasin, Rabu (27/1).

Bicara soal tutupan lahan yang berkurang, Dinas Lingkungan Hidup HST mengakui melihat ada bekas penebangan pohon di wilayah pegunungan Meratus. Namun tidak diketahui siapa pelakunya.

"Selanjutnya kita akan memonitor ke lapangan berdasarkan data dari kementerian lingkungan hidup. Fakta tidak bisa dipungkiri bahwa lahan kita sudah terbuka," tegasnya.

Selain ilegal logging, faktor alih fungsi lahan juga menyumbang efek terjadinya banjir bandang di HST. Walaupun jumlah presentase nya tidak sebanyak ilegal logging.

"Masyarakat di sana (wilayah Meratus) punya kearifan lokal dengan cara bergiliran berkebun. Kalaupun ini jadi salah satu faktor tidak sampai 23 persen. Mungkin di bawah 10 persen. Tetap ada pengaruhnya tapi tidak signifikan," bebernya.

Selain faktor ilegal logging dan pembukaan lahan. Di HST juga memiliki banyak galian C. Dinas Lingkungan Hidup mencatat ada 7 galian C yang legal di HST.

"Tapi galian C ini kan tidak berpengaruh terhadap bukaan lahan, karena mereka mengambil (material) di sungai. Yang sangat berpengaruh itu penebangan pohon liar," katanya.

A Yani juga menjelaskan selama galian C tidak menambang karst tidak terlalu signifikan untuk menjadikan bencana seperti yang ada di HST sekarang. "Yang jelas tutupan lahan ini, biasanya satu pohon bisa menghambat dua kubik air sekarang bearti sudah berkurang," ungkapnya.

Ke depan DLH meminta kepada semua pihak untuk tidak menebang pohon. Apalagi untuk keperluan bisnis. "Mari kita jaga kearifan lokal. Untuk penindakan ilegal logging tentu ranahnya ke penegak hukum. Ada dinas kehutanan dan polisi hutan. Kewenangan ini ada di pemprov Kalsel," pungkasnya. (mal/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X