BATULICIN - Proses evakuasi terus dilakukan tim gabungan di terowongan tambang manual Mantewe KM 33. Sore kemarin kembali ditemukan satu jenazah korban di kedalaman 40 meter aera berlumpur. Total sudah 9 jenazah korban ditemukan sejak hari sebelumnya.
"Ditemukan pukul 16.18. Belum diketahui pasti identitasnya," kata Dandim 1022 Letkol CPn Rahmat Trianto kepada Radar Banjarmasin.
Jelang senja pencarian dihentikan. Karena tidak memungkinkan. "Dilanjutkan besok pagi," katanya. Kendala evakuasi, lanjutnya, medan yang masih penuh lumpur. Jalan masuk yang licin membahayakan petugas evakuasi. Juga minimnya cahaya penerangan.
Dari 22 pekerja di terowongan tambang, sebanyak 12 selamat, sembilan ditemukan meninggal, dan satu orang masih dicari. Seperti diberitakan sebelumnya, Minggu (24/1), tambang manual di Mantewe KM 33 longsor. Aliran air berlumpur masuk ke dalam terowongan. Sebanyak 22 pekerja terjebak. 12 orang berhasil selamat.
Tambang manual itu berada sekitar 6 kilometer dari jalan utama. Dari luar tidak kelihatan karena tertutup hutan.
Masuk ke dalam, hutan berubah jadi kebun sawit. Akses masuk sangat sulit. Tanah liat, berlumpur dalam. Mobil yang bisa masuk harus bertenaga double gardan. Kanan kiri banyak bekas galian tambang, terisi penuh air.
Tambang berada di ketinggian. Daratan Pulau Laut Kabupaten Kotabaru terlihat. Salah satu lubang tambang tampak amat luas. Airnya pun dalam, karena berwarna bening, tidak cokelat.
Hari-hari biasa, jalan tambang itu ramai dilalui warga. Banyak yang berkebun di dalam. Akses mereka ke kota kecamatan sekitar 15 kilometer. Mantewe adalah daerah Tanah Bumbu yang berbatasan dengan Kabupaten Banjar, Tapin dan HSS. Akses ke Kandangan sudah aspal dari sana.
Ingat Pesan Guru Sekumpul
Ujang setengah jam terseret arus, timbul tenggelam. Air lumpur sudah berkali-kali tertelan. Pasrah, ingat mati. Namun, dia terngiang pesan Guru Sekumpul.
Ujang, pemuda perantauan dari Jawa Barat. Sudah berkelana ke sana ke mari. Terakhir, bertahun-tahun lalu tiba di Kalsel. Dan akhirnya bekerja jadi buruh tambang manual di terowongan batu bara Mantewe KM 33.
Minggu (24/1), bersama beberapa rekannya, Ujang asyik menggali batu bara di bawah perut bumi. Musik menghentak nyaring dari pengeras suara. Senter menyala menari-nari, mengikuti gerakan kepala para penambang.
Pukul 14.00, terowongan yang ada paling atas jebol. Terowongan itu berbatasan langsung dengan lubang galian tambang penuh air. Air bah pun masuk. Tapi Ujang dan kawan-kawan masih asyik. "Tidak terdengar. Soalnya kan ada musik," ujarnya.
Baru sadar ada marabahaya ketika air penuh lumpur sampai ke kaki mereka. Cepat memenuhi terowongan, hingga hampir setinggi lutut. Para pekerja lari ke bawah, menuju mulut terowongan utama.
"Jangan ikut arus...!" teriak Ujang. Dia menyarankan para pekerja lari ke atas melawan arus. Karena mulut terowongan utama berada di bawah. Jika air masuk, logikanya mulut terowongan itu akan tertutup air. Sayang, sudah banyak pekerja berlarian ke sana.