Hutan di HST Digunduli, Penebangan Liar juga Dituding jadi Penyebab Banjir Bandang

- Sabtu, 30 Januari 2021 | 11:52 WIB
DILARUTKAN: Kayu log diturunkan dengan cara memanfaatkan aliran Sungai Benawa. Aktivitas illegal logging diduga menjadi salah satu penyebab banjir bandang yang meluluhlantakkan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. | Foto: Istimewa
DILARUTKAN: Kayu log diturunkan dengan cara memanfaatkan aliran Sungai Benawa. Aktivitas illegal logging diduga menjadi salah satu penyebab banjir bandang yang meluluhlantakkan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. | Foto: Istimewa

BARABAI - Meski tak ada aktivitas pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit, namun Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) justru menjadi daerah yang paling parah terdampak banjir hingga luluh lantak. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan, apa yang menyebabkan bencana alam dahsyat menerjang daerah ini?

Menurut data citra satelit Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang didapat dari Dinas Lingkungan Hidup HST, meski tidak ada tambang dan perkebunan sawit berskala besar, ternyata  tutupan lahan di HST dalam beberapa tahun terakhir berkurang signifikan.

-

Dalam data itu disebutkan, pada 2017 HST tercatat memiliki tutupan lahan sebanyak 61 persen dari luas lahan 120 ribu hektare. Dalam kurun waktu tiga tahun tutupan lahan tersebut hanya tersisa 38 persen. Atau ada penurunan sebesar 23 persen.

Jika dihitung setiap tahunnya, penurunan tutupan lahan terjadi sebanyak 7,6 persen. Artinya, HST kehilangan tutupan lahan sebesar 9.200 hektare per tahun. Apabila diakumulasikan, tutupan lahan yang hilang yakni 27.600 hektare dalam 3 tahun.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup HST, M Yani menduga penyebab berkurangnya tutupan lahan adalah masifnya aktivitas pembukaan lahan dan illegal logging (penebangan liar). Lalu seperti apa sebenarnya pengawasan terhadap masalah tersebut?

Dia menyatakan, pihaknya selama ini sudah mengupayakan tindakan pencegahan. Namun aktivitas tanpa izin itu tetap ada. "Salah satu pencegahan yang kami lakukan dengan cara menyosialisasikan pentingnya pohon untuk menjaga kontur tanah dan kualitas air," sebutnya.  Di samping itu, pihaknya juga memiliki program adopsi pohon yang dikelola oleh yayasan pecinta pegunungan Meratus. "Kita punya komitmen untuk menjaga hutan Meratus," katanya saat ditemui Radar Banjarmasin, Jumat (29/1).

Untuk konservasi sendiri, M Yani menuturkan, mereka memiliki lahan seluas 14 hektare yang dijadikan sebagai lokasi agrowisata. Tepatnya di Desa Layuh, Hulu Sungai Tengah. "Ini bagian dari kegiatan kami dan yayasan untuk bagaimana orang menyayangi hutan. Itu saja yang bisa kami kerjakakan," katanya.

Selain penurunan tutupan lahan akibat penebangan pohon yang tidak terkendali, ternyata di Daerah Aliran Sungai (DAS) di sepanjang Sungai Benawa juga terdapat tambang galian C. Yani menyebut ada dua galian C yang legal di wilayah Kecamatan Hantakan dan Batu Benawa.

"Setahu kami ada dua yang legal. Di daerah Batang Alai juga ada. Totalnya yang legal di HST ada tujuh, tapi izinnya itu dari pemprov. DLH hanya memberikan rekomendasi saja," jelasnya. Namun, Yani pun mengakui dan mengetahui jika di wilayah DAS Sungai Benawa juga banyak aktivitas galian C yang ilegal. "Ada banyak, cuma itu penanganannya wilayah pemprov," tukasnya.

Sementara itu, melihat ada indikasi illegal logging, DPRD HST mendesak pihak aparat hukum segera mengusut permasalahan ini. "Dilihat sangat jelas ketika banjir dampaknya dahsyat. Artinya, bukan sekadar gosip di daerah hulu ada penebangan hutan liar," kata Yajid Fahmi, anggota Komisi II DPRD HST.

Selain itu, Yajid juga menyebut jika permukiman di daerah hulu juga memengaruhi terjadinya dampak banjir yang terjadi di HST. DPRD HST, katanya, akan menggelar rapat lintas komisi untuk membahas masalah ini dengan melibatkan SKPD terkait.

"Kabarnya Kementerian Permukiman Rakyat akan mengganti rumah warga yang tersapu banjir. Tapi lokasinya tidak lagi di wilayah DAS. Nah, ini jadi tugas pemerintah daerah untuk menyediakan lahan," katanya. Selain itu, alih fungsi lahan yang dijadikan perkebunan oleh warga di daerah hulu juga turut menyumbang terjadinya banjir.

 Walaupun persentasenya tidak sebanyak illegal logging. Yajid menegaskan harus ada peraturan yang jelas mengatur seberapa luas tanah yang berhak dikelola warga di daerah hulu. "Harus ada pembinaan, ada aturan seberapa luas yang boleh digarap. Harus ada pengawasan juga, jangan sampai karena kita kasihan, tapi dibiarkan," katanya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X