Praktik Pembalakan Liar di HST, Ada Persekongkolan di Hulu dan Hilir

- Selasa, 2 Februari 2021 | 15:13 WIB
DISEMBUNYIKAN: Tumpukan kayu yang diduga hasil illegal logging ditutupi daun-daun. Diduga tumpukan kayu ini berada di Kecamatan Hantakan, Hulu Sungai Tengah. | FOTO: ISTIMEWA
DISEMBUNYIKAN: Tumpukan kayu yang diduga hasil illegal logging ditutupi daun-daun. Diduga tumpukan kayu ini berada di Kecamatan Hantakan, Hulu Sungai Tengah. | FOTO: ISTIMEWA

BARABAI - Selama ini isu Save Meratus yang terus digulirkan hanya terkait aktivitas pertambangan batu bara dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Tak ada yang salah dengan itu.

Namun, faktanya, tanpa tambang batu bara dan kebun kelapa sawit pun, tutupan lahan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah hanya tersisa 38 persen. Dinas Lingkungan Hidup HST menyebut ini diakibatkan alih fungsi lahan ke perkebunan serta masifnya pembalakan liar yang tidak terkendali.

Isu-isu lingkungan seperti ini sering dianggap remeh. Menyoal hal ini sama saja berhadapan dengan piring nasi masyarakat di wilayah hulu Meratus. Tapi, sampai kapan persoalan ini diredam. Apakah harus menunggu ada bencana banjir bandang lagi. Jangan sampai!

Sebeb, persoalan ini sudah menjadi rahasia umum. Dari penelusuran Radar Banjarmasin, ada indikasi persekongkolan antara oknum kelompok dari hulu dan hilir untuk memanfaatkan hasil hutan guna kepentingan segelintir orang.

Golongan hulu merupakan warga yang memiliki lahan di wilayah hulu Meratus dan tinggal di area tersebut. Sedangkan golongan hilir merupakan orang-orang yang tinggal di perkotaan yang memiliki kepentingan terhadap hasil hutan untuk mereka beli dan dijual kembali.

Praktik pembalakan liar di wilayah hulu Meratus sudah marak terjadi sejak 2018. Hal ini dibuktikan pada tahun 2017, jumlah tutupan lahan di HST masih sebanyak 61 persen. Tiga tahun kemudian tutupan lahan itu berkurang 23 persen. Dari sumber yang diterima Radar Banjarmasin, wilayah yang sering ditemukan aktivitas illegal logging adalah Kecamatan Hantakan.

"Memang ada alih fungsi lahan jadi perkebunan, kemudian pemanfaatan hasil hutan (penebangan pohon) yang melakukan orang hulu diinisiasi oleh golongan bawah atau orang hilir," beber sumber Radar Banjarmasin.

Diduga ada cukong yang bermain dalam skenario pembalakan liar di HST. Lantas siapa itu? "Cukongnya ada di hilir, masyarakat di hulu hanya sebagai pekerja. Tidak berani menyebut siapa cukong itu. Lihat saja berapa bansaw (moulding kayu) yang ada di Barabai. Yang jelas orang di hilir atau golongan bawah yang bermain," ungkapnya.

Minimnya pengawasan aparat membuat mereka leluasa membabat habis hutan. Tanpa melihat dampak yang disebabkan akibat hutan gundul.

"Saya menyebut golongan bawah itu pihak swasta," jelasnya sambil menceritakan cara bermain antara oknum kelompok hulu dan golongan hilir. Yakni dengan dalih membuka lahan untuk berkebun. Kelompok warga di hulu yang memiliki lahan dibujuk dan diiming-imingi oleh kelompok hilir, jika mereka mau membuka lahan akan mendapat imbalan. "Upahnya tidak tanggung, ibarat berkebun sehari 100 ribu, kalau menebang kayu bisa dapat 1 juta," ceritanya.

Setelah ada kesepakatan antara oknum pemilik lahan dan cukong, kemudian mereka menentukan harga per pohon. Pohon yang dijual adalah jenis meranti. Caranya, menggunakan hitungan kubik. Hitungan satu kubik adalah kayu ukuran 10 x 20 sebanyak 12 biji. Harganya per kubik Rp 2,5 juta.

Yang terjadi saat ini, di HST kehilangan 9.200 hektare tutupan lahan dari tahun 2018-2020. Lantas bagaimana cara mereka meloloskan kayu-kayu itu?
"Mereka membawa kayu dari hulu ke hilir lewat jalur Sungai Benawa ketika air sungai pasang. Kemudian turun ke hulu menggunakan motor kemudian dinaikan pikap. Setelah itu dibawa ke bansaw. Kegiatan ini biasanya dilakukan malam hari," ungkapnya.

Persoalan lain mengapa illegal logging saat ini banyak terjadi, adalah lahan yang ada di hulu Meratus diklaim oleh oknum masyarakat setempat sebagai lahan milik bersama. "Karena wilayah ini hak ulayat," ceritanya sambi menambahkan bahwa lahan itu warisan turun temurun dari leluhur.

"Orang di hulu sebenarnya hanya dimanfaatkan. Mereka diiming-imingi seolah menjamin kehidupan karena uang yang banyak. Makanya mau membuka lahan dan menjual pohon," pungkasnya.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Balaskan Dendam Kawan, Keroyok Orang Hingga Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 18:10 WIB

Setelah Sempat Dikeroyok, Seorang Pemuda Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 08:00 WIB

Tim Gabungan Kembali Sita Puluhan Botol Miras

Selasa, 26 Maret 2024 | 16:40 WIB
X