Pembalakan Liar Serang HST, Patroli Diperketat

- Jumat, 5 Februari 2021 | 14:49 WIB
DISEMBUNYIKAN: Tumpukan kayu yang diduga hasil illegal logging ditutupi daun-daun di Kecamatan Hantakan, Hulu Sungai Tengah. | Foto: Dokumen Radar Banjarmasin
DISEMBUNYIKAN: Tumpukan kayu yang diduga hasil illegal logging ditutupi daun-daun di Kecamatan Hantakan, Hulu Sungai Tengah. | Foto: Dokumen Radar Banjarmasin

BANJARBARU - Menguatnya kabar terkait maraknya illegal logging di Hulu Sungai Tengah (HST), membuat jajaran Dinas Kehutanan Kalsel membuka mata. Mereka langsung memperketat patroli di daerah ini, agar tak ada celah bagi oknum-oknum yang ingin melakukan penebangan liar.

Kepala Seksi Pengamanan Hutan Dishut Kalsel, Haris Setiawan mengatakan, patroli secara intens dilaksanakan oleh jajaran Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai. Terdiri dari 12 Polisi Kehutanan (Polhut) dan tujuh Tenaga Kontrak Penjaga Hutan (TKPH).

"Kami akan upayakan lebih intensif dan semoga upaya tersebut mampu mencegah dan mengurangi illegal logging di wilayah HST," katanya kepada Radar Banjarmasin.

Melalui perketatan patroli, dia menyebut, Senin (1/2) tadi KPH Hulu Sungai menemukan tumpukan kayu yang diduga dari aktivitas illegal logging di Desa Papagaran, Kecamatan Hantakan. "Ada 96 potong kayu yang ditemukan. Tapi, pelakunya tidak ditemukan," sebutnya.

Haris mengungkapkan, selama ini pihaknya memang kesulitan mengungkap pelaku penebangan liar. Karena setiap kali ada temuan kayu, petugas tidak menemukan pemiliknya. "Dugaan saat kita akan bergerak, sudah diketahui," ungkapnya.

Padahal, kata dia, illegal logging masih marak di Kalsel. Bukan hanya di KPH Hulu Sungai, tapi juga di Tabalong, Banjar, Tanah laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru. "Selama ini semua wilayah yang ada kawasan hutannya rata-rata memang rentan pelanggaran dan masih terjadi illegal logging," katanya.

Disampaikannya, Dishut Kalsel melalui KPH dan TKPH sendiri selama ini selalu melakukan patroli untuk mencegah dan mengurangi penebangan liar. Namun, keterbatasan personel menyisakan celah bagi oknum untuk beroperasi.

"Akses tempat kejadian juga biasanya cukup jauh. Serta, sulit untuk bisa menemukan pelaku. Karena itu sering kali kita hanya menemukan barang bukti tapi pelaku tidak diketahui," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (PKSDAE) Dishut Kalsel, Pantja Satata menjelaskan terkait kondisi hutan di HST.

Menurutnya, banjir besar di wilayah HST faktornya bukan hanya penebangan lair. Tapi juga, lantaran cuaca ekstrem dan alihfungsi hutan menjadi pemukiman dan perkebunan. "Malah alih fungsi hutan ini yang luas. Kami lihat melalui citra satelit ada yang mencapai 10 hektare lebih," ujarnya.

Dia menyebut, alihfungsi hutan tersebar di beberapa titik di kawasan hutan lindung di bawah Pegunungan Meratus. Padahal sesuai aturan, hal ini tidak diperbolehkan. "Kita akan melakukan pendekatan ke masyarakat yang sudah bermukim di sana, supaya tidak lagi menebang pohon dan mengubah hutan jadi kebun," sebutnya.

Salah satu cara untuk mencegah alihfungsi lahan menurutnya ialah mengubah kawasan hutan yang sudah ditempati masyarakat menjadi perhutanan sosial. "Kalau jadi perhutanan sosial, warga boleh menebang pohon tapi harus menanam tanaman baru. Bisa tanaman buah-buahan atau jengkol," pungkasnya. (ris/ran/ema)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

EO Bisa Dijerat Sejumlah Undang-Undang

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB

Pengedar Sabu di IKN Diringkus Polisi

Rabu, 24 April 2024 | 06:52 WIB

Raup Rp 40 Juta Usai Jadi Admin Gadungan

Selasa, 23 April 2024 | 09:50 WIB

Masih Abaikan Parkir, Curanmor Masih Menghantui

Selasa, 23 April 2024 | 08:00 WIB
X