Langgar Kode Etik, Komisioner Bawaslu Pasrah Mendapat Sanksi Peringatan Keras

- Kamis, 11 Februari 2021 | 16:05 WIB
DAPAT PERINGATAN KERAS: Sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada komisioner Bawaslu Kalsel, Azhar Ridhanie. | FOTO: M OSCAR FRABY/RADAR BANJARMASIN
DAPAT PERINGATAN KERAS: Sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada komisioner Bawaslu Kalsel, Azhar Ridhanie. | FOTO: M OSCAR FRABY/RADAR BANJARMASIN

BANJARMASIN - Komisioner Bawaslu Kalsel Azhar Ridhanie hanya pasrah. Dia menerima sepenuhnya putusan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada dirinya, pada sidang pembacaan putusan kemarin.

Pria yang menjabat Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Pemilu ini tak mau berkomentar banyak. Alasannya, semua keterangan sudah disampaikannya saat sidang sebelumnya. “Sebagai penyelenggara, saya hormati keputusan DKPP ini,” ujar Azhar kemarin.

Apa yang membuat Azhar diberi sanksi? Ternyata dia terbukti tidak menyampaikan salinan putusan penanganan pelanggaran kepada komisioner lainnya.

Dia sendiri tak hadir langsung di aula Sekretariat Bawaslu Kalsel pada saat pembacaan putusan secara virtual kemarin. Yang hadir hanya Ketua Bawaslu Kalsel, Erna Kaspiyah dan Koordinator Divisi Hukum Nurkholis Majid.

Dalam putusan DKPP, hanya Azhar yang diberi sanksi, sementara empat anggota lainnya diputus tak terbukti melakukan pelanggaran etik sehingga diputus rehabilitasi. Putusan sanksi peringatan keras terhadap Azhar dinilai hakim DKPP karena mekanisme internal dalam lampiran formulir A-11.
Formulir ini adalah dokumen hasil kajian dalam penanganan pelanggaran.

Hal ini sempat terungkap pada sidang sebelumnya. Di mana para komisioner lain, baru membaca salinan belum lama sidang DKPP digelar lalu. “Kami hormati putusan ini,” ucap Erna Kaspiyah usai sidang putusan kemarin.

Pada sidang kemarin, Majelis Hakim DKPP menyimpulkan, Azhar terbukti melanggar kode etik pedoman penyelenggara pemilu. Dasarnya, sebagai koordinator di Divisi Penanganan Pelanggaran, dia tak menyampaikan dokumen hasil kajian ke komisoner lain. Padahal dokumen tersebut sangat penting dalam pengambilan keputusan.

“Teradu 4 (Azhar Ridhanie) melanggar ketentuan pasal 15 huruf F, G, H dan pasal 16 hurup E peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017,” ujar salah satu Hakim DKPP, Ida Budhiati kemarin.

Terungkap fakta, para teradu atau semua komisoner menerima laporan pada 1 Oktober 2020 lalu atas dugaan peristiwa pembagian sarung dan uang senilai Rp50 ribu di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Nah ketika itu, para teradu menyusun kajian awal dan dinyatakan memenuhi syarat formil dan materiil sebagai dugaan pelanggaran pasal 187 ayat 1 dan pasal 188 junto pasal 71 ayat 1 undang-undang pemilihan.

Nah pada 6 Oktober 2020, para teradu bersama Sentra Gakkumdu melakukan pembahasan kedua dan disimpulkan laporan tak memenuhi unsur tindak pidana pemilihan. “DKPP menilai para teradu sudah melakukan upaya sungguh-sungguh dalam menindaklanjuti laporan sesuai prosedur, meski dalam pembahasan kedua dinyatakan tak memenuhi unsur,” katanya.

Sementara, Ketua DKPP Muhammad meminta Bawaslu RI segera menindaklanjuti putusan sanksi peringatan keras, serta merehabilitasi nama anggota Bawaslu lain yang tidak terbukti melanggar kede etik penyelenggara pemilu. “Paling lama 7 hari, Bawaslu RI untuk melaksankaan putusan ini setelah dibacakan, dan Bawaslu RI untuk mengawasi pelaksanaannya,” tegas Muhammad.

Terpisah, putusan DKPP kemarin dinilai tim hukum Denny Indrayana-Difriadi mengecewakan dan berbanding terbalik dengan jalannya persidangan yang diselenggarakan pada 21 Januari 2021 lalu. Menurut mereka, fakta-fakta penting yang seharusnya menjadi perhatian utama DKPP, justru luput dalam pertimbangan putusan yang dibacakan.

Mereka memberi contoh, salah satunya DKPP tidak mempertimbangkan fakta bahwa empat komisioner Bawaslu Kalsel yang lain tidak membaca hasil kajian sebelum memutus, padahal, hasil kajian merupakan dokumen tertulis di mana seluruh klarifikasi dari para pihak dan ahli dituangkan.

“Kami merasa ada kalimat yang dipelintir seakan-akan hasil kajian tersebut belum selesai sehingga belum dapat dibaca oleh komisioner lain selain Azhar Ridhanie, sehingga hanya Azhar yang terkesan bersalah. Padahal, rapat pleno pengambilan putusan harus berdasarkan hasil kajian. Sekali lagi kenapa putusan DKPP menjadi aneh, ada apa dengan DKPP?,” tanya salah satu tim hukum, Zamrony. (mof/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X