BANJARMASIN - Tim hukum paslon Ananda dan Mushaffa Zakir memboyong saksi dan bukti ke sidang pokok perkara di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (1/3).
Satu orang saksi untuk dugaan pelanggaran di hari pencoblosan. Dua saksi untuk dugaan praktik politik uang.
Salah seorangnya adalah Gusti Juli. Dia termasuk koordinator dari timses paslon Ibnu Sina dan Arifin Noor (peraih suara terbanyak di Pilwali 2020).
Juli mengaku tahu persis "serangan fajar" dan keterlibatan ASN pemko untuk memenangkan petahana.
Di depan majelis hakim, dia menceritakan, setiap koordinator kecamatan diperintahkan mengumpulkan KTP warga sebanyak-banyaknya. Juli sendiri kebagian wilayah Sungai Gampa di Kecamatan Banjarmasin Utara. Untuk selembar KTP diupah Rp10 ribu.
"Sedangkan warga dijanjikan Rp100 ribu jika mau memilih calon 02," bebernya.
Apa dasarnya? Juli mengaku memiliki tangkapan layar chatting di grup timses. "Ada bukti chat-nya di grup," timpalnya.
Ketua kuasa hukum AnandaMu, Dede Maulana menyebut, ada tambahan 15 saksi di akta notaris dan 57 dokumen yang didaftarkan.
"Alat bukti tambahan yang diserahkan ke majelis hakim mengenai dugaan pelanggaran pemilihan, politik uang, penyalahgunaan program serta tidak profesionalnya penyelenggara Pilwali (KPU)," tegasnya.
Pelanggaran pemilihan yang dimaksud, pemilih KTP luar Banjarmasin dibiarkan mencoblos. Kemudian dugaan penyalahgunaan wewenang lewat penurunan tarif PDAM terhadap 179 ribu pelanggan menjelang masa kampanye.
"Termasuk pembuatan 121 ribu lembar masker dengan menerakan tagline petahana (Banjarmasin Baiman)," terangnya.
Namun, jangan dikira kuasa hukum KPU Banjarmasin, Syahrani gentar. Dia melihat tak ada perlu yang dikhawatirkan dari para pengakuan saksi.
"Saya rasa, fakta dari saksi itu biasa-biasa saja. Tidak ada yang menarik," ujarnya.
Dia juga menilai, amat sulit membuktikan tudingan-tudingan dari kubu penantang terhadap petahana. "Seseorang memilih dalam bilik suara yang tidak bisa diketahui orang, bagaimana pembuktiannya?" tanya Syahrani retoris.