PROKAL.CO,
BANJARMASIN - Dugaan terjadinya penggelembungan suara perolehan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalsel 2020 lalu dituduhkan saksi yang dihadirkan Denny Indrayana di di sengketa perselisihan hasil pemilihan Mahkamah Konstitusi (MK) lalu. Meski banyak yang meyakini pemilu bisa dimanipulasi, namun mungkinkah penambahan suara bisa terjadi dalam sistem rekapitulasi terbuka?
Mantan Komisioner KPU Kalsel Mohammad Effendy tak yakin hal tersebut. Dia mengatakan menambah suara di pemilu sangat mustahil. Apalagi jika mekanisme semua tahapan dikawal ketat oleh saksi.
Belum lagi, saat ini ada sistem informasi teknologi yang bisa dilihat langsung. Contohnya aplikasi Sirekap KPU. “Kalau mengikuti prosedur formal pemungutan suara, yang adanya berita acaranya. Penggelembungan suara sangat sulit terjadi," ucapnya.
Di berita acara tersebut terangnya, tak hanya tertera jumlah perolehan suara tiap kandidat. Tetapi juga jumlah daftar pemilih tetap, jumlah surat suara baik rusak maupun terpakai, hingga laporan kejadian khusus. “Sangat susah terjadi penggelembungan suara kalau saksi di TPS sebagai pintu awal perhitungan suara mengawal ketat,” sebutnya.
Berkaca di perhelatan Pilgub Kalsel yang hanya bertarung dua kandidat. Semakin menambah kesulitan terjadinya kecurangan penggelembungan suara. Lain hal saat Pemilihan Legislatif (Pileg), yang kandidatnya bisa sampai ratusan. “Saksi di TPS menjadi kunci, dia yang bertanggung jawab dan mengetahui kejadian di lapangan. Nah kalau tak ada saksi, bagaimana bisa menyandingkan ketika menduga ada kecurangan,” paparnya.
Berita acara di TPS sebut mantan Dekan Fakultas Hukum ULM itu, adalah dokumen yang sangat penting sebagai bahan dan dasar rekapitulasi di jenjang berikutnya, seperti di tingkat kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi. Dikatakannya, di tingkat kecamatan memang rawan terjadi perubahan hasil perolehan. Karena suara yang masuk adalah kumpulan dari semua TPS di kecamatan setempat.