Harga Cabai Makin Pedas, Kebunnya Kebanjiran Produksi pun Menurun

- Rabu, 10 Maret 2021 | 12:42 WIB
MAHAL: Seorang pembeli cabai di Pasar Marabahan. Harga cabai masih tinggi di banyak pasar di banua. | FOTO: AHMAD MUBARAK/RADAR BANJARMASIN
MAHAL: Seorang pembeli cabai di Pasar Marabahan. Harga cabai masih tinggi di banyak pasar di banua. | FOTO: AHMAD MUBARAK/RADAR BANJARMASIN

BANJARMASIN - Harga cabai rawit di banua tak terjangkau dalam sebulan belakangan. Padahal banjir yang menjadi faktor utama langkanya pasokan dapat dikatakan sudah berlalu.

Beberapa pedagang sayur di Pasar Marabahan mengaku harga cabai sudah lama mengalami kenaikan. Terutama saat Batola diterjang banjir. Suplai cabai rawit lokal sempat kosong. Hanya ada cabai rawit tiung.

Itupun harganya masih sangat mahal. Untuk cabai rawit tiung bisa tembus 150.000. Padahal sebelum banjir hanya di kisaran Rp60-80 ribu. Sedangkan untuk cabai rawit lokal mencapai Rp180 ribu yang sebelum banjir berkisar Rp 80-90 ribu. "Sudah mahal, barangnya hampir tidak ada," ujar Yani (45) pedagang sayur di Pasar Marabahan.

Yani mengatakan, sudah beberapa hari ini tidak berjualan cabai. Baik cabai rawit lokal ataupun tiung. Selain mahal, juga susah didapatkan. "Hanya jual cabai keriting. Itupun harganya juga naik. Dari Rp30 ribu menjadi Rp60," ceritanya.

Di Tapin yang menjadi daerah asal cabai tiung, Kepala Dinas Perdagangan Harliansyah, mengakui sejak musim hujan, produksi petani cabai rawit di Tapin menurun. Lalu suplai dari luar ikut menurun pasca banjir yang melanda Kalsel beberapa waktu lalu," jelasnya, Selasa (9/3).

Di Hulu Sungai Selatan, harga cabai rawit juga tembus Rp120 ribu per kilogram. Amat, salah satu pedagang sayur di Pasar Kandangan mengaku harga cabai rawit sudah naik sekitar Rp 120 ribu per kilogram sejak bencana banjir menerjang sejumlah wilayah di Kalsel pada awal Januari 2021 lalu.

Kabid Bina Perdagangan Disdag Kabupaten HSS, Amelia Budhiarti membenarkan harga cabai rawit di Bumi Antaludin merangkak naik.“Naiknya harga cabai karena dipengaruhi musim hujan. Menurunnya produksi akibat banyak petani mengalami gagal panen,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (9/3) kemarin.

Sejumlah petani di HST pun mengatakan demikian. “Kebun cabai saya sendiri sudah siap panen. Hanya tersisa sekitar 35 persen, yang sekarang bisa dipanen,” kata Kasmi, petani cabai di Kecamatan Pandawan, Hulu Sungai Tengah.

Meski saat ini harga sedang berpihak kepada petani, namun kebanyakan petani tak bisa menikmati harga tersebut, karena kebun rusak sehingga tak bisa berbuah secara maksimal.

“Sebagian batangnya busuk,” katanya. Namun,sebagain petani yang kebunnya tak terkena banjir, saat ini bisa menikmati keuntungan dari harga cabai yang tinggi.

Makin pedasnya harga cabai membuat pedagang di pasar Agrobisnis Barabai juga ikut menaikan harga. Sayangnya karena harga cabai naik, pembeli juga menurun. "Jadi kalau tidak laku terpaksa kami jual murah untuk mengembalikan modal," ucap Asmiah, seorang pedagang di HST.

Kepala Dinas Perdagangan Kalsel Birhasani tak menampik harga cabai hingga kini masih merangkak naik. Bahkan, hal itu terjadi hampir di seluruh pasar.

"Cabai ini sebenarnya sudah mulai naik sejak awal Desember 2020, karena curah hujan sangat tinggi yang berakibat turunnya produksi akibat banyak petani mengalami gagal panen," jelasnya.

Ditambahkannya, kondisi itu diperparah dengan bencana banjir yang menimpa sebagian besar wilayah Kalsel. Seperti, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Banjar dan Tanah Laut.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB
X