Melihat Aktivitas Pandai Besi Tersisa di HSU: Cari Arang ke Sungai Danau, Hadapi Sajam Impor

- Jumat, 19 Maret 2021 | 15:21 WIB
LANGKA: Hairun jadi pandai besi di halaman rumah. | Foto: Muhammad Akbar/Radar Banjarmasin
LANGKA: Hairun jadi pandai besi di halaman rumah. | Foto: Muhammad Akbar/Radar Banjarmasin

Ahli pembuat senjata tajam atau pandai besi semakin langka di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Lamanya proses pembuatan, ditambah pesaing sajam impor jadi tantangan perajin di zaman modern ini.

-- Oleh: Muhammad Akbar, Amuntai --

Hairun dan Akhmad contoh pandai besi yang tersisa dan masih bertahan di Kota Amuntai. Ayah dan anak warga Gang Manis RT.02 Desa Palampitan Hulu, Kecamatan Amuntai Tengah ini berprofesi sebagai penyepuh besi menjadi berbagai alat keperluan sehari-hari seperti parang, linggis, cangkul, sabit, dan pisau.

Termasuk langka karena mayoritas penduduk di daerah tersebut lebih condong menggeluti kerajinan bahan kayu, alumunium, sampai dengan eceng gondok dan purun. "Kalau Abah (Akhmad, Red) meneruskan usaha kerajinan pandai besi ini sejak tahun 1976. Jadi dari orang tua secara turun temurun," kata Hairun pada Radar Banjarmasin baru ini.

Aktivitas anak dan bapak ini dilakukan sejak pagi sekitar pukul 08.00 WITA sehabis ngopi dan sarapan pagi. Biasanya berakhir pada pukul 15.00 WITA.

Selama tujuh sampai delapan jam, Hairun mengaku hanya mampu menghasilkan produk dua sampai tiga parang hingga linggis berbahan besi ulir pesanan.

Harganya sangat murah. Padahal tingkat kesulitan pekerjaan sebagai seorang pandai besi memerlukan tenaga ekstra.

Selain membakar sampai merah untuk melunakkan besi, memukul untuk proses pembentukan, hingga finishing untuk penajaman menggunakan alat asahan. "Harganya tergantung jenis bahan baku yang digunakan, dan ukurannya. Bila bahan bakunya bagus dan ukurannya lebih panjang dan besar tentunya agak mahal. Jadi harga relatif saja," ungkapnya.

Contoh arit atau sabit untuk panen padi dijual sekitar Rp35 ribu, parang pemotong Rp70 ribu, kapak kecil Rp40 ribu, kapak sedang Rp50 ribu, dan kapak besar Rp75 ribu.

Pembeli biasanya datang langsung dari daerah HSU untuk dibuatkan kerajinan sesuai pesanan. "Linggis dan cangkul pun kami buat bila ada yang pesan," paparnya. "Pembeli kebanyakan dari Alabio dan Palimbangan. Tapi, bisa juga pembeli yang memesan hasil kerajinan saya dari luar daerah seperti Balangan," ujarnya.

Harun hanya terkendala pada bahan bakar. Harus dibeli dari Sungai Danau. Berupa arang kayu ulin. Di Amuntai belum ada yang menjualnya.

Selama pandemi Covid-19, usaha yang digelutinya juga terdampak. Jumlah pesanan menurun.
Itu belum termasuk produk impor dari luar negeri yang harganya miring dengan kualitas cukup baik. Ini menjadi saingan nyata bagi perajin besi di Indonesia. Tak hanya dirinya. "Mudahan usaha pandai besi ini tetap bertahan dan berlanjut," harapnya.(dye/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X