Salah Timing

- Kamis, 1 April 2021 | 12:38 WIB

MERAYAKAN tes swab yang negatif, bebas dari karantina yang membosankan, ia mentraktir makan nasi rawon.

==========================
Oleh Muhammad Syarafuddin
Editor Metropolis Radar Banjarmasin
==========================

Beli bungkusan di warung lalu makan di teras rumah. Perkenalkan, kawan saya ini guru sejarah di madrasah.

Mengaduk dengan sendok, berhati-hati saya mencari sempilan daging di tengah kuah hitam yang mengepul. Sial, ternyata jeroan semua. Pantas harganya murah.

Tampaknya, ia curiga bahwa saya telah kecewa dengan makan siang gratis tersebut. Tak sampai hati berkata jujur, saya coba trik pengalihan isu.

Topik perbincangan digeser ke pembukaan sekolah di tengah pandemi di Banjarmasin. Khusus siswa kelas VI SD dan kelas IX SMP sedang ujian. UN digantikan US.

Pelajar menyambut gembira. Mayoritas orang tua murid lega. Hanya segelintir yang masih khawatir dan tak mengizinkan anaknya masuk sekolah.

Saya tegaskan bahwa kebijakan itu bagus sekali. Kali ini pemko harus didukung.

Yakin sekali ia bakal mengangguk setuju. Karena saya tahu, ia kerap mengeluh tentang mengajar daring.

Dalam teorinya, transfer ilmu itu mudah, transfer adab yang susah. Belajar jarak dekat saja tak menjamin, apalagi jarak jauh.

Di luar dugaan, ia justru merasa ngeri. Menyebut pembukaan sekolah terlampau berisiko. Katanya korban bakal berjatuhan. Ya tuhan, corona ternyata telah menggerogoti semangat hidupnya....

Teman semasa kuliah ini kemudian bercerita, begitu tertular virus corona, tes ketiga rekan pengajarnya juga dinyatakan positif.

Sebagai penderita asma, ia mengaku beruntung hanya diserang gejala ringan. Seperti demam, badan lesu, dan lidah yang tak mencecap cita rasa apapun.

Praktis, acara makan digantikan perdebatan. Akhirnya saya punya alasan menyingkirkan semangkuk jeroan sarat lemak tersebut.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X