Ngopi di Tengah Pandemi

- Jumat, 16 April 2021 | 14:10 WIB
Penulis: Abdurrahman SH
Penulis: Abdurrahman SH

Sejak diumumkan penyebaran Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu oleh Kementerian Kesehatan, sampai sekarang setahun lebih setelah pengumuman pasien pertama, pandemi menjadi momok bagi seluruh daerah di Indonesia. Segala sektor perekonomian bahkan sampai peribadatan umat beragama kena imbasnya.

=======================
Oleh: Abdurrahman SH
Konsultan Hukum di Borneo Law Firm
=======================

Segala cara dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak penyebaran Covid-19, mulai dari membatasi mobilitas masyarakat beraktivitas, melarang masyarakat melakukan perjalanan jauh maupun mudik, dan memaksa masyarakat melakukan protokol Kesehatan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak). Namun apalah daya, angka tingkat positif terpapar virus corona malah bertambah tiap hari. Bahkan kasus positif di Indonesia pernah menyentuh angka 10.000 pasien.
Tidak adanya titik terang mengenai kapan pandemi ini berakhir, mulai membuat masyarakat resah, ditambah berbagai macam istilah yang belakangan diluncurkan pemerintah, membuat masyarakat tambah kebingungan. Dari PSBB (Pembatasasn Sosial Berskala Besar) sampai PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), sekarang pemerintah juga mengeluarkan istilah baru, yaitu PPKM Mikro. Pada dasarnya istilah-istilah tersebut dalam pelaksanaannya sama saja. Yang berbeda hanya saat ini pengawasan terjadi bukan hanya dari tingkat pusat, namun dimulai dari RT/RW.
Pemerintah pusat berusaha bersinergi dengan pemerintah daerah untuk menangani perluasan penyebaran Covid-19, namun beberapa kali polemik malah terjadi di daerah akibat lalai dan lambannya daerah dalam menangani, menjadi salah satu faktor pandemi ini belum usai.
Bahkan, terkadang pemangku kebijakannya sendirilah yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan yang mereka buat sendiri. Alhasil, banyak masyarakat yang kecewa dan berujung melakukan pembangkangan terhadap protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.
Salah satu daerah yang memiliki tingkat positif Covid -19 dengan rata-rata tertinggi di Indonesia adalah Kalimantan Selatan. Berdasarkan data di corona.kalselprov.go.id, per tanggal 12/4/2021, berada pada angka 30.479 yang terpapar virus. Jumlah tersebut harusnya menjadi tamparan bagi pemerintah daerah untuk memperketat penanganan dan pengawasan terhadap pandemi. Karena pada dasarnya yang merasakan dampak paling besar adalah masyarakat.
Beberapa dampak yang muncul, seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), terhentinya roda perekonomian masyarakat menengah ke bawah akibat tidak adanya pemasukan, bahkan beberapa Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) harus gulung tikar akibat tidak sanggup lagi menjalankan operasional.
Kebijakan-kebijakan yang diluncurkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sedikit banyaknya menyasar kepada kelompok usaha yang mengumpulkan massa. Seperti restaurant, cafe maupun tempat hiburan lainnya. Karena pada dasarnya kebijakan yang dibuat tersebut melarang adanya masyarakat berkumpul dan berkerumun Selain itu juga adanya aturan mengenai pembatasan yang hanya 50 % dari jumlah kapasitas sebuah tempat juga membuat beberapa usaha merugi.
Di balik banyaknya UMKM yang harus tumbang dalam menghadapi Covid-19, banyak juga masyarakat yang mencoba peruntungan di tengah pandemi. Saat ini salah satu usaha yang merebak di tengah pandemi yaitu bisnis cafe, kedai, maupun warung kopi yang cukup menjamur di beberapa daerah di Kalsel.
Usaha ini seperti menjadi angin segar, bukan hanya untuk perekonomian daerah, tetapi menjadi bagian napas masyarakat yang kehilangan pendapatan akibat PHK. Selain itu, usaha-usaha cafe, kedai, maupun warung kopi ini juga menjadikan angin segar untuk masyarakat yang telah jenuh menjalani aturan pandemi.
Keberadaan cafe, kedai , maupun warung kopi ini juga tak lepas dari pelanggaran protokol kesehatan. Pelanggaran yang terjadi biasanya berkaitan dengan jam operasional melebihi waktu yang telah ditetapkan oleh pemangku kebijakan yang hanya memperbolehkan beroperasi sampai pukul 21.00. Selebihnya, para pelaku usaha sangat taat terhadap protokol kesehatan yang mewajibkan para pelanggan maupun karyawan untuk tetap melaksanakan 3M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak).
Adaptasi cepat yang dilakukan para pelaku usaha inilah yang menjadikan cafe, kedai, maupun warung kopi tetap eksis, bahkan bertahan di tengah pandemi. Selain itu dampak dari adaptasi yang cepat ini menjadikan pelaku usaha di bidang kopi semakin banyak dan ini menjadi titik terang yang menunjukan bahwa masyarakat tidak pasrah dan putus asa atas dampak yang terjadi karena pandemi Covid-19. (*)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X