Mudik: Perjalanan Kembali Kepada Allah

- Rabu, 5 Mei 2021 | 10:16 WIB
Penulis: Masroliyan Nor
Penulis: Masroliyan Nor

Mulai tanggal 6-17 April 2021, pemerintah melarang melakukan mudik. Tidak hanya kepada warga, aparatur sipil negara (ASN) pun dilarang pada tanggal tersebut. Bagi mereka yang ingin melakukan mudik harus menunjukkan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) di setiap check-point masing-masing daerah. Selain itu, juga menyerahkan surat hasil negatif swab antigen. Kalau tidak memiliki persyaratan itu, maka pemudik akan dihalau untuk tidak melanjutkan perjalanannya.

============================
Oleh: Masroliyan Nor, S.Pd.I, M.Pd
Kepala MAS Ainul Amin Balangan
============================

Bagi ASN, pegawai BUMN/BUMD, anggota TNI/Polri yang ingin melakukan perjalanan dinas, mereka memerlukan surat izin dari pimpinan instansi pekerjaan. Jika tidak mengantongi surat tugas akan diminta untuk kembali. Hal ini dilakukan pemerintah untuk bisa menekan penyebaran Covid-19. Jangan sampai mudik menimbulkan klaster baru. Sebaran Covid-19 di Kalsel hingga kini belum menunjukkan penurunan. Bahkan cenderung meningkat. Untuk itu, larangan mudik ini merupakan upaya yang dilakukan pemerintah agar penyebaran virus tidak meningkat tajam.

Bagi yang nekat mudik akan disuruh pulang atau kembali. Tiap perbatasan antar provinsi, kota/kabupaten dijaga oleh gabungan TNI/Polri dan Satpol PP. Larangan mudik ini diberlakukan agar bisa memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Para pemudik yang datang dari daerah lain dikhawatirkan bisa membawa virus corona ke daerah asalnya. Apalagi kalau pemudik itu berasal dari daerah yang telah ditetapkan sebagai zona merah.

Akan tetapi, ternyata larangan pemerintah itu tidak menyurutkan para pemudik untuk kembali ke kampung asalnya. Tidak sedikit para pemudik yang kucing-kucingan dengan petugas. Mereka mencoba mengelabui petugas dengan berbagai macam cara. Ketika tanggal 6 -17 April ditetapkan sebagai larangan mudik, mereka telah melakukan perjalanan sebelum tanggal tersebut. Ada yang bahkan sebelum Ramadan. Ada yang di awal dan pertengahannya. Mereka menghindari tanggal yang telah ditetapkan itu. Pemudik telah mengacuhkan untuk tetap di rumah sampai pandemi ini mereda.

Mengapa bisa demikian?

Mudik sudah dianggap sebagai sebuah tradisi yang berlangsung secara turun temurun di Indonesia. Tujuannya adalah sebagai temu kangen dan silaturrahmi. Setelah sekian lama meninggalkan kampung halaman, maka momentum lebaran ini digunakan untuk bertemu lagi dengan keluarga, saudara, teman dan sebagainya.

Mudik juga merupakan sebuah perjalanan ibadah, karena di dalamnya terkandung silaturahmi. Silaturahmi merupakan cara untuk menyambung bentuk kekeluargaan, pertemanan maupun persahabatan yang telah putus, retak, maupun sudah terlupakan. Dengan bersilaturahmi, maka hubungan tersebut bisa menjadi lebih baik lagi. Benang yang dulu kusut menjadi rapi lagi. Dengan begitu, Ukhuwah Islamiyyah kembali terjalin dan tegak di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Selain silaturrahmi, ada lagi makna hakiki yang dilupakan oleh para pemudik. Secara alamiah, mudik merupakan perjalanan pulang ke kampung halaman. Tempat dia dilahirkan, dibesarkan, dan mengenyam pendidikan dasar bahkan mungkin sampai pendidikan menengah atas. Ketika mudik, maka sejarah masa lalu bisa kembali dirasakan. Bisa jadi, masa lalunya dilaluinya dengan penuh kesusahan, penderitaan dan kesengsaraan. Atau sebaliknya, masa lalunya penuh dengan kesenangan, kegembiraan dan kebahagiaan. Sehingga ketika dia kembali berada dilingkungan masa lalu maka dia bisa kembali merasakan hal itu dalan hidupnya.

Dan lebih dari itu, mudik secara spiritual merupakan perjalanan kembali kepada asal kejadiannya. Hal ini bermula dari penciptaan Nabi Adam dari tanah (Lihat Qs.15:26 dan Qs.55:14). Setelah penciptaan awal tersebut, manusia secara umum akan dijadikan Allah dari saripati air yang hina. Dari setetes air mani itu akan menjadi segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian menjadi dewasa, lalu menjadi tua. Dan setelah itu dimatikan-Nya (Qs.40:67).

Begitulah semua asal kejadian manusia di dunia ini. Semuanya tercipta dari tanah dan akan kembali lagi ke tanah (Qs.71:18). Proses perjalanan hidup yang dilalui mulai lahir, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akan mengalami kematian. Walaupun sebagian manusia tidak sampai menjalani semua proses itu. Mungkin ada yang sampai bayi saja kemudian meninggal. Ada yang sampai anak-anak, remaja dan dewasa saja. Akan tetapi, semuanya akan menjalani perjalanan akhir di dunia ini, yakni kematian. Dengan begitu, perjalanan mudik selain dimaknai perjalanan pulang ke kampung halaman, sebaiknya juga dimaknai sebagai perjalanan pulang kembali ke hadirat-Nya. Mungkin siapa tahu, di dalam perjalan mudik betul-betul mendapat musibah berupa kecelakaan yang bisa merenggut nyawanya. Atau bisa juga terserang penyakit yang mematikan seperti serangan jantung, stroke, maag akut, liver dan sebagainya.

Maka dari itu, dengan mengingat mudik dalam arti perjalanan kembali kepada-Nya akan benar-benar terwujud dengan baik dan indah. Mudik merupakan perjalanan yang nantinya akan kembali ke tempat asalnya. Sebelum diciptakan, manusia tidak disebut sebagai manusia. Dia tidak memiliki daya dan upaya apa-apa. Semua yang dimilikinya merupakan pemberian dan titipan dari Allah Swt. Di kemudian hari semua pemberian dan titipan akan di ambil-Nya kembali. Karena itu, kita harus selalu ingat bahwa tempat kembali yang hakiki adalah bisa bersama dan "bertemu" dengan-Nya. Dengan begitu, marilah kita mudik untuk bisa kembali ke hadirat-Nya dengan selalu ingat asal kampung halamannya, yakni asal kejadiannya dan tempat kembalinya kelak, yaitu Allah Swt. Semoga! (*)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X