Kalsel Juara Enam, Soal Kasus Perkawinan Anak di Indonesia

- Rabu, 26 Mei 2021 | 11:29 WIB

BANJARBARU - Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tahun ini menyusun strategi penurunan angka kasus perkawinan usia anak.

Masalah tersebut dibahas dalam Forum Grup Diskusi (FGD) RAD Pencegahan Perkawinan Anak Provinsi Kalimantan Selatan di Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Kalsel.

Kepala Dinas PPPA Provinsi Kalsel, Husnul Khatimah dalam acara itu menyebut, pada 2020 Kalsel berada di urutan enam secara nasional yang memiliki angka perkawinan anak usia dini tertinggi. Sehingga, perlu digelar FGD untuk menguatkan partisipasi upaya penurunan kasusnya.

Bahkan dia menyebut, pada 2017 angka perkawinan anak usia dini di Kalsel sempat berada di urutan pertama secara nasional. Lalu, memasuki 2018 turun ke peringkat empat.

"Pada 2019, Kalsel kembali urutan pertama atau 21,18 persen dibanding nasional 10,82 persen. Penurunan terjadi pada 2020 yaitu urutan ke enam atau 16,24 persen dibanding nasional 10,35 persen," sebutnya.

Sementara itu, Penjabat Gubernur kalsel, Dr Safrizal ZA dalam arahannya mengatakan, penanganan masalah pernikahan anak harus dilakukan lintas instansi. Mulai dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kementerian Agama, Pengadilan Agama, Dinas Kominfo, Balitbangda, BKKBN, TP PKK, dan lain-lain. "Kalau hanya Dinas PPPA, tidak bisa, (itu) cita-cita kosong," ujarnya.

Melihat kondisi sekarang, menurut Safrizal perlu kerja keras untuk keluar dari masalah ini. Apalagi pada 2018 hingga 2020 tercatat ada 1.219 pernikahan anak dengan dispensasi dari Kementerian Agama.

Namun, kata dia ada perbedaan data antara Pengadilan Agama dan BPS. Hal ini terindikasi lantaran banyaknya anak yang nikah di bawah tangan.

Karenanya, Pj Gubernur minta data tersebut disinkronkan dan mengupayakan pencegahan pernikahan tanpa melalui KUA atau resmi, sebab diduga banyak dilakukan masyarakat. "Perkawinan anak non izin harus dipantau, dianalisa, baru bikin strategi apa yang bisa dilakukan," ujar Safrizal.

Kemudian, program diminta lebih fokus ke enam daerah yang terjadi kasus di atas 100 selama 2018 - 2020. Yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala dan Tanah Bumbu.

"Penyebab tinggi perkawinan dini adalah ketidaksetaraan gender, ekonomi dan kemiskinan, globalisasi atau prilaku remaja, dan regulasi," pungkas Safrizal. (ris/ran/ema)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X