BANJARMASIN - Skandal korupsi Perusahaan Daerah (PD) Baramarta kembali disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Senin (7/6) siang.
Agenda kali ini adalah menghadirkan saksi dari JPU. Ada tujuh orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka adalah Manajer Keuangan Sri Sardewi, Manajer Umum Taibah, Kabag Akuntansi Edi Suryadi, mantan Ketua Dewan Pengawas Nasrun, Ketua Dewan Pengawas Mahmudah dan seorang anggota pengawas, Yunani.
Dalam persidangan tersebut Manajer Keuangan Sri Sardewi membeberkan memang banyak “nota dalam” yang dibuat Teguh Imanullah saat menjadi Dirut PD Baramarta pada saat itu. Namun saksi mengaku tidak mengetahui kemana uang yang tertera di “nota dalam” tersebut digunakan. Dewi mengatakan, hanya mendisposisi. Kemudian, nota tersebut diserahkan ke keuangan untuk kemudian dicairkan oleh bendahara dan diterima langsung oleh terdakwa.
“Nota dalam itu terjadi beberapa kali dalam sebulan,” imbuhnya.
Meski ada audit keuangan, perbuatan itu tidak tercium oleh auditor. Karena, terdakwa selalu menutupi kekurangan kas. Namun setelah audit, terdakwa kasbon lagi. Lama-kelamaan uang menumpuk hingga hasil audit menemukan ketidakberesan di keuangan senilai Rp 6,9 miliar. Kurun waktu Januari - September 2020 ada lagi terdakwa meminjam senilai Rp 2,2 miliar.
“Menyusutnya kas perusahaan sempat membuat karyawan tidak gajian selama 3 bulan,” ucapnya.
Dewi mengaku, tidak berani bertanya untuk apa uang tersebut. Karena khawatir dipecat dari pekerjaanya. “Saya tidak berani melawan, karena beliau pimpinan tertinggi. Bisa saja memecat saya dari perusahaan,” tuturnya.
Keterangan saksi ditanggapi santai oleh ketua tim pengacara terdakwa, Badrul Ain. “Apa yang di sampaikan sah-sah saja, itu hak saksi,” ujarnya.
Namun, Badrul melihat dari sekian keterangan saksi menimbulkan sejumlah tanda tanya. Terutama mengenai aliran dana. "Selama klien saya menjabat sebagai Dirut, waktunya kan panjang. Kalau ada yang tidak diketahui ada sesuatu yang tidak logis,” ucapnya. (gmp/ema)