Sengketa Tapal Batas HST-Kotabaru Berakhir

- Sabtu, 19 Juni 2021 | 04:58 WIB
ALOT: Rapat penyelesaian tapal batas wilayah antara Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dengan Kabupaten Kotabaru di Aula Kantor Gubernur Kalsel di Banjarmasin, Kamis (17/6). | FOTO: M OSCAR FRABY/RADAR BANJARMASIN
ALOT: Rapat penyelesaian tapal batas wilayah antara Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dengan Kabupaten Kotabaru di Aula Kantor Gubernur Kalsel di Banjarmasin, Kamis (17/6). | FOTO: M OSCAR FRABY/RADAR BANJARMASIN

BANJARMASIN - Rapat penyelesaian tapal batas wilayah antara Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dengan Kabupaten Kotabaru di Aula Kantor Gubernur Kalsel di Banjarmasin, Kamis (17/6) sempat alot. Pj Gubernur Kalsel, Safrizal ZA menyebut rapat itu “hot" atau panas.

Pantas saja. Meski berdiskusi panjang, adu argumen kerap terjadi. Perbatasan yang disoal sendiri berada di wilayah kawasan hutan lindung di kaki pegunungan Meratus. Kawasan ini luasnya sekitar 34 ribu hektare. Selama ini, wilayah ini masuk ke Kabupaten Kotabaru.

Di rapat itu, Kabupaten HST diwakili oleh Aulia Oktafiandi (Bupati HST), sedangkan dari Kotabaru dihadiri oleh Said Akhmad (Sekda). Aulia meminta dari 34 ribu hektare tersebut ditarik garis lurus. Sehingga dua anak desa yang ada di wilayah tersebut terakomodir jadi satu wilayah dan masuk Kabupaten HST.

Di sisi lain, Said Akhmad juga bersikukuh kawasan tersebut sudah menjadi wilayah Kabupaten Kotabaru sejak lama. Lantaran perdebatan cukup panas dan tak ada titik temu, Safrizal menengahi.

Dia mengatakan, jalan tengah harus diambil, yakni 11 ribu hektare diberikan ke Kabupaten HST, dan sisanya masuk kawasan Kotabaru. “Meski cukup “hot”, saya kira ini sudah keputusan yang cukup adil,” ucap Safrizal.

Dituturkannya, penyelesaian persoalan batas wilayah memang cukup berat. Terlebih ketika kedua belah pihak saling ngotot. “Harus ada titik temu, ini juga untuk kesejahteraan masyarakat di wilayah itu,” katanya.

Kesepakatan ini sebagai bahan pembuatan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang rencananya dikeluarkan pada bulan Juli mendatang.

Disampaikannya, persoalan batas daerah merupakan tuntutan dari UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah tentang Kemudahan Perizinan, yang syaratnya adalah menyusun tata ruang. “Jangan sampai gara-gara persoalan batas daerah, investasi terganggu,” ucapnya.

Di sisi lain, meski cukup berat dengan kesepakatan tersebut, Aulia mengaku menerima. “Mau bagaimana lagi, tadi kami minta setengahnya saja yakni 17 ribu hektare, tapi diberikan provinsi hanya 11 ribu hektare,” tuturnya. (mof/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X