Selisih Suara Diatas 1,5 Persen, Tuntutan Denny Bisa Diabaikan MK

- Rabu, 23 Juni 2021 | 10:30 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. | Foto: Jawapos
Gedung Mahkamah Konstitusi. | Foto: Jawapos

BANJARMASIN - Denny Indrayana-Difriadi menggugat sengketa PSU ke MK, Senin (21/6) tadi. Dia meminta rivalnya calon petahana Sahbirin Noor-Muhidin didiskualifikasi. Lalu bagaimana peluangnya?

Menengok kebelakang, pleno penetapan hasil perolehan suara pasca pemungutan suara ulang (PSU) 9 Juni tadi yang dilakukan oleh KPU Kalsel, selisih antar kedua calon lumayan jauh. Yakni mencapai 2,35 persen. Dimana perolehan total suara Sahbirin-Muhidin sebanyak 871.123 suara. Sementara, Denny-Difriadi memperoleh sebanyak 831.178 suara.

Berkaca dari peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020, syarat mengajukan gugatan di MK dapat dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak 1,5 persen dari total suara sah hasil penghitungan tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi.

Melihat aturan ini, tentu peluang akan diterimanya permohonan gugatan perselisihan hasil pemilihan kecil. Dalam kata lain, syarat formil tak memenuhi. Namun berkaca pada putusan MK, contohnya saat gugatan yang sama oleh pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarmasin, Ananda-Mushaffa Zakir lalu, MK menerima permohonan. Padahal selisih suara ketika itu diambang batas syarat gugatan.

Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum ULM, Ichsan Anwary menganalisa, petitum yang dimintakan pemohon bersinggungan dengan Peraturan MK. Jika memohon perselisihan hasil pemilihan kepala daerah, maka petitumnya atau tuntutannya adalah membatalkan keputusan KPU tentang penetapan perolehan suara.

“Memang biasanya setiap pemohon perselisihan hasil pemilihan pilkada ke MK pasti menuntut mendiskualifikasi calon. Tapi tuntutan ini biasanya diabaikan oleh MK dalam putusannya,” ujar Ichsan kemarin.

Di sisi lain sebutnya, hasil dari KPU Kalsel yang melebihi ambang batas, tentu akan menjadi pertimbangan Hakim MK. “Kalau tidak memenuhi, maka putusan MK akan menyatakan permohonan tidak dapat diterima, dan tidak akan masuk pada pokok perkara permohonannya. Kita tunggu saja,” imbuhnya.

Sementara, soal dalil-dalil dugaan pelanggaran saat PSU tadi yang disebut bersifat terstrukur, sistematis dan masif, Ichsan memprediksi MK akan mengabaikannya. Di sisi lain, kewenangan penanganan pelanggaran, ranahnya ada di Bawaslu. “MK bisa berpendapat bahwa hal itu bukan kewenangannya untuk menyelesaikannya, karena ada institusi lain yang berwenang untuk itu,” sebutnya.

Soal PSU Pilgub kembali. Ichsan memprediksi hal tersebut tak akan terjadi kembali jika fakta-fakta pelanggaran secara substansial tak terbukti. “Tidak mungkin lagi putusan MK memerintahkan PSU. Karena dasarnya dari fakta tidak ada lagi hal pelanggaran yang bersifat substansi,” tandasnya.

Terpisah, Komisioner KPU Kalsel Divisi Hukum, Nur Zazin menerangkan, permohonan untuk diskualifikasi calon sesuai dugaan pelanggaran TSM, idealnya ada di Bawaslu. Pihaknya sebutnya, hanya menunggu keputusan Hakim MK. “Kalau orang memohon, sah-sah saja. KPU sifatnya menunggu amar putusan MK,” ujarnya. (mof/ran/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Diduga Hendak Tawuran, 18 Remaja Diamankan

Minggu, 17 Maret 2024 | 18:55 WIB

DPRD Kota Banjarmasin Usulkan 732 Pokir

Jumat, 15 Maret 2024 | 14:35 WIB
X