Daya Beli dan Gelombang Kedua Pandemi

- Kamis, 1 Juli 2021 | 14:53 WIB
Penulis: Armansyah
Penulis: Armansyah

Jumlah kasus positif Covid-19 mencapai dua juta orang, bukan sekadar angka statistik. Ini alarm bahwa pandemi belum berakhir. Demi alasan kesehatan, berbagai desakan dilontarkan agar menarik rem darurat demi mencegah penyebaran Covid-19 lebih luas.

=====================
Oleh: Armansyah, ME
Statistisi Muda BPS Kalimantan Selatan
=====================

Konsekuensi dari pembatasan itu, menjaga daya beli ditengah pengangguran dan kemiskinan yang meningkat selama pandemi. Namun, beberapa kepala daerah menyatakan tidak mampu memenuhi kebutuhan warga jika terjadi lockdown.

Tak dapat di mungkiri, pandemi yang terjadi sejak tahun 2020, mengakibatkan penerimaan pemerintah pusat ataupun daerah turun tajam. Disisi lain, pengeluaran pemerintah melonjak untuk mengatasi pandemi sekaligus mengurangi dampaknya.

Hingga Mei 2021, realisasi penerimaan negara Rp 726,4 triliun, sedang realisasi belanja Rp 945,7 triliun. Upaya pemerintah meningkat penerimaan amat berat, apalagi 708 persen penerimaan Negara berasal dari pajak.

Ketika pandemi terjadi dan perekonomian menurun, potensi pajak juga mengalami penurunan. Sehingga untuk memenuhi pengeluaran dilakukan dengan menambah pembiayaan, baik melalui utang maupun penjualan surat berharga nasional.

Padahal dengan adanya gelombang kedua ini diperlukan perpanjangan bantuan sosial tunai dari semula yang dijadwalkan berakhir pada Juni ini. Daya beli penduduk harus terjaga agar tidak menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Pada pandemi gelombang pertama tahun 2020, jumlah penduduk miskin meningkat 2,76 juta orang sehingga totalnya 27,55 juta orang pada kondisi September 2020. Tidak hanya itu, kemiskinan di Indonesia semakin dalam dan parah.

Kemiskinan semakin dalam karena rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh dari garis kemiskinan, dan kemiskinan semakin parah karena ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin pun kian lebar. Dengan kenyataan ini, kemiskinan kian sulit dientaskan.

Pandemi juga membuat ketimpangan pengeluaran antarpenduduk semakin lebar. Rasio gini meningkatkan dari 0,380 pada September 2019 menjadi 0,385 pada September 2020. Penurunan proporsi pengeluaran terjadi pada kelompok 40 persen kelas menengah.

Sementara itu, proporsi pengeluaran kelompok 40 persen terbawah, naik lebih kecil daripada peningkatan proporsi pengeluaran kelompok 20 persen teratas. Di tengah pandemi penduduk kelompok atas masih menahan balanjanya, sedangkan kelompok 40 hingga 60 persen terbawah, membutuhkan perlindungan sosial sebagai bantalan hidup.

Pandami 2020 membuat 2,67 juta orang kehilangan pekerjaan sehingga total penganggur 9,77 juta orang dan setengah penganggur 13,09 juta orang (Agustus 2020). Diharapkan dampak gelombang kedua pandemi tahun ini tidak separah sebelumnya.

Tentu, kita tidak menginginkan tren pemulihan ekonomi pada awal 2021 kembali buyar akibat gelombang kedua pandemi. Harus diakui, berbagai program pemulihan ekonomi nasional pada 2020 berdampak cukup signifikan terhadap ekonomi.

Penyerapan tenaga kerja sudah mulai terjadi, ditandai dengan penambahan penduduk bekerja 2,61 juta orang dari Agustus 2020 - Februari 2021. Artinya, sebagian penduduk sudah mulai kembali bekerja dan memperoleh pendapatan.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X