Ulang Tahun ke 71, Kalsel Harus Beralih dari Kayu dan Tambang

- Sabtu, 14 Agustus 2021 | 09:16 WIB
SEBUAH ERA: Gelondongan kayu di sungai Martapura. Kayu di Kalsel menjadi bisnis yang memunculkan nama banyak superkaya. | FOTO: IST
SEBUAH ERA: Gelondongan kayu di sungai Martapura. Kayu di Kalsel menjadi bisnis yang memunculkan nama banyak superkaya. | FOTO: IST

BANJARMASIN - DI TAHUN 1980-an hingga 2000, Industri perkayuan di Kalsel berada di masa kejayaannya. Puluhan pabrik kayu skala besar pun ada di sini. Seiring waktu, perusahaan ini mulai gulung tikar. Hanya beberapa perusahaan kayu yang masih bisa bertahan.

Beberapa perusahaan kayu skala besar di Kalsel saat itu yang berjaya seperti PT Hendratna Plywood, PT Barito Pasific Timber, PT Jayanti, PT Australbina, PT Gunung Meranti, PT Kawi serta PT Guci, PT Surya Satria Timur Corp dan PT Tanjung Raya Decorindo, dan PT Daya Sakti Unggul Corp Tbk. 

Bahan baku yang sekarang tak lagi melimpah, membuat perusahaan kayu di Kalsel akhirnya menuju masa suramnya. Dari puluhan, tinggal hitungan jari yang masih bisa bertahan dengan keadaan. Kejayaan industri kayu di Kalsel tak hanya membuat pengusaha nasional yang sukses. Pengusaha lokal pun menjadi raja.

Sebut saja nama Anton Gunadi, Budhi Surya dan H Sulaiman HB. Menyebut nama mereka bertiga, tak mungkin masyarakat Kalsel tak mengenalnya. Jika Anton memiliki perusahaan PT Bina Banua dan Sulaiman HB berbendera PT Barito Putera dan PT Hasnur Jaya Utama, Budhi memilili perusahaan bernama Daya Sakti Timber Group.

Tak hanya melahirkan pengusaha besar, kejayaan kayu di Kalsel juga melahirkan pengusaha kayu skala kecil. Tak sulit saat itu menemukan bahkan mengetahui rumah pengusaha kayu. Rumah besar dan memiliki mobil mewah sebagai tanda itu adalah tempat tinggal mereka.

Kayu-kayu dari Kalsel yang dikenal memiliki kualitas bagus, membuat pengusaha dari Pulau Jawa bahkan dari luar negeri melirik. Dalam masa kejayaannya, ratusan kubik plywood dari Kalsel hampir tiap hari dikirim ke berbagai negara. Dimana kala itu mendudukkan Kalsel sebagai daerah penyumbang devisa nasional terbesar dari sektor perkayuan.

Terus diekploitasi, dan ketersediaannya mulai habis ditambah saingan kayu datang dari provinsi lain, satu demi satu perusahaan kayu di Kalsel pun bertumbangan. Dampaknya pun usaha yang sempat menjadi primadona dengan melahirkan banyak karyawan, akhirnya terdampak dengan banyaknya yang diputus hubungan kerja (PHK).

Mulai runtuhnya industri kayu, sektor ini pun mulai ditinggalkan. Perekonomian Kalsel kembali tumbuh dengan maraknya usaha pertambangan batu bara. Dua perusahaan besar nasional tercatat melakukan pertambangan dengan memiliki izin PKP2B. Mereka adalah Adaro dan Arutmin.

Sama seperti kayu, pengusaha tambang pun mulai bermunculan. Lahan tambang yang tersedia begitu besar membuat tak sedikit masyarakat yang juga ikut menambang. Terlebih di saat itu, sekitar tahun 2000-an, selain permintaan tinggi, harganya pun terbilang tinggi. Keadaan ini membuat tambang illegal pun marak yang melahirkan raja-raja kecil pengusaha tambang. Ekonomi Kalsel yang sempat anjlok setelah ditinggal zaman kayu, kembali tumbuh.

Rumah-rumah besar hingga mobil mewah kembali marak di Banua. Pengusaha tambang yang cukup terkenal di Kalsel ada nama Haji Binuang bersaudara, mereka adalah Haji Muhammad Hatta atau lebih dikenal Haji Ciut dan Haji Ijai. Di luar dua nama itu, siapa yang tak kenal dengan Andi Syamsuddin Arsyad atau akrab disapa Haji Isam, pengusaha tambang asal Tanah Bumbu.

Usaha pertambangan sampai sekarang masih menjadi sektor unggulan di Kalsel selain perkebunan. Dari data Badan Keuangan Daerah Kalsel, tahun 2020 lalu, Pemprov Kalsel sudah menerima Rp859 miliar royalti dan landrent dari mineral batu bara. “Sektor batu bara masih menjadi pemasukan yang bagi pendapatan daerah,” kata Kepala Bidang Pendapatan Pajak Daerah Bakeuda Kalsel Rustamaji.

Di sektor perkebunan, investasi perusahaan sawit salah satu yang membuat ekonomi Kalsel tetap baik. Ada lima korporasi penguasa perkebunan kelapa sawit terbesar di Kalsel. Mereka adalah PT Agro Astra Lestari Tbk merupakan anak perusahaan Grup Astra. Selain itu ada nama PT Smart Tbk merupakan bagian dari konglomerasi bisnis Grup Sinar Mas, PT Perkebunan Nusantara XIII dan Hasnur Group.

Berkaca silih bergantinya sektor usaha ekonomi di Kalsel yang menjadi penopang perekonomian, pengamat ekonomi ULM, Arief Budiman mengingatkan, kedepan Kalsel sudah harus tak lagi bertopang dengan sumber daya alam. Atau lebih ke arah industri pengolahan.

Terlebih, Kalsel akan menjadi penyangga Ibu Kota Negara (IKN) yang tentu saja permintaan kebutuhan ibu kota harus bisa dipenuhi oleh daerah tetangga. “Sudah harus beralih. Tak bisa lagi berharap banyak dengan hasil sumber daya alam. Contohnya kayu, dulu Kalsel begitu berjaya. Sekarang sudah sirna. Batu bara pun tak menutup kemungkinan akan sama,” ujarnya kemarin.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X