BARABAI - Pegunungan Meratus di Hulu Sungai Tengah (HST) belum disentuh tambang dan perkebunan sawit. Namun sayangnya aktivitas pembalakan liar masih menghantui. Ditambah belum maksimalnya penjagaan, membuat masalah keamanan hutan Meratus semakin pelik.
Salah satunya disebabkan kurangnya personel polisi hutan yang ditempatkan di wilayah HST. Dari 22 ribu hektare hutan yang dijaga, personel yang disediakan hanya dua orang. “Ditambah penyuluh tiga orang. Ini menjadi kendala, kurangnya personel berbanding luas hutan yang dijaga,” kata Kepala Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Batang Alai, Edy Muriyadi, Rabu (18/8).
Kendala lain yang dihadapi RPH Batang Alai terkait sarana prasarana yang kurang memadai, dan anggaran pengamanan terbatas. “Untuk itu kami terus berkoordinasi dengan TNI-Polri untuk bersama menjaga hutan,” jelasnya.
Edy juga mengklaim pascaterjadinya banjir awal tahun tadi, sampai saat ini tidak ditemukan kasus pembalakan liar di pegunungan Meratus. “Sampai saat ini masih aman,” klaimnya.
Untuk memaksimalkan pengawasan, pihaknya kini memiliki strategi lain. Hal ini untuk meminimalkan kendala yang mereka alami. “Seperti rutin patroli, melaksanakan penyuluhan agar hutan tidak dirusak, dan berupaya menyejahterakan masyarakat sekitar dengan program perhutanan sosial,” jelasnya.
Seorang warga Desa Patikalain (wilayah pegunungan Meratus), Agus menjelaskan semenjak bencana alam melanda HST aktivitas pembalakan di wilayahnya sudah tidak terlihat. “Tidak ada terlihat lagi sekarang,” ujarnya.
Untuk memastikan hal itu, ia bersama warga lainnya masih sering menjelajah pegunungan Meratus bahkan sambil berkemah. “Kami juga mencari spot wisata seperti air terjun atau bukit yang bisa dieksplorasi,” pungkasnya.(mal/dye/ema)