Ada mural baru di tembok eks Pelabuhan Marla. Lukisan bocah kurus dengan perut buncit. Mukanya ditutupi masker, memberikan hormat kepada bendera berkibar.
***
BANJARMASIN – Mural itu dilukis Minggu (29/8) siang. Menimpa cat hijau yang dipakai Satpol PP untuk menghapus mural lama.
Mural baru ini dilukis dua pemuda, inisialnya A dan B. Keduanya warga Banjarmasin. Bekerja sebagai seniman tato.
Keduanya mengaku, ini pengalaman pertama mereka menggambar di tembok. Biasanya mereka melukis di atas tubuh manusia.
Soal alasan, mural ini merupakan ekspresi kekecewaan mereka atas berjilid-jilid PPKM level 4.
“Banyak yang terdampak, terutama orang kecil. Belum lagi yang kena PHK,” kata A sembari menguaskan catnya.
Selain bertanya-tanya kapan PPKM akan berakhir, ia juga mengkritik soal penyaluran bantuan.
“Tidak merata dan tidak tepat sasaran. Warga yang ekonomi masih aman, kebagian bansos. Yang sakit-sakitan justru tak dibantu,” cecarnya.
Selain perekonomian, A juga mengeluhkan tentang pendidikan. Sekolah dan kampus terus-menerus diliburkan.
“Istri saya termasuk korban PPKM. Baru setengah bulan bekerja sudah dipecat. Karena tempatnya bekerja juga terdampak PPKM,” kisahnya.
Maka A mengaku harus mencari pemasukan tambahan demi satu anaknya. Jauh sebelum menjadi tukang tato, selama 10 tahun A menjadi buruh angkut. Sekarang ia terpaksa kembali ke pekerjaan lamanya tersebut.
“Tapi barang-barang yang masuk ke pasar tak banyak. Pembelinya juga sepi,” keluhnya.
Lewat mural itu, ia ingin menyindir pemerintah. Bahwa dalam menangani pandemi, PPKM bukan satu-satunya jalan keluar. Apalagi Banjarmasin sudah berpengalaman menerapkan PSBB.
Memberlakukan pembatasan yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda, tentu tak wajar.
Ditanya apakah mereka tak khawatir dicegat atau dicari aparat, A tak ingin berlagak sok pemberani.
“Pasti takut. Tapi kami beranikan saja. Asalkan tidak menggambar wajah presiden,” selorohnya.