Rahasia Ventilasi

- Senin, 30 Agustus 2021 | 12:48 WIB

Amang Madi, penjaga malam di lingkungan kafe mendatangi saya malam itu dan berbagi cerita tentang pengalamannya. Dia baru saja pulih dari Covid-19 dan menyimpulkan sakitnya "ternyata seperti flu Hongkong."

========================
Oleh: RANDU ALAMSYAH
Editor Halaman Pertama Radar Banjarmasin
========================

Flu Hongkong, Anda tahu, pernah menjadi pandemi pada tahun 1968 dan memakan korban sekitar 1 juta orang di seluruh dunia. Korban meninggal didominasi oleh orang tua dengan usia lebih dari 65 tahun.

Virus H3N2 yang menjadi penyebab Flu Hongkong saat ini belum hilang. Datang hampir setiap tahun di musim flu. Versi mutasi H3N2 bahkan sempat menjadi penyebab sebagian besar flu yang terjadi di Amerika Serikat pada 2014 hingga 2015.

Saya yakin di suatu waktu mungkin pernah terjangkit Flu Hongkong, tapi untuk memastikan saya meminta rincian gejalanya. "Demam, Sakit tenggorokan, awak asa sakitan, susah napas," jawabnya.

Tentu itu tanda-tanda umum dari virus pernapasan. Tapi, Amang Madi, seorang tradisional, punya deskripsi yang menarik tentang situasinya. "Orang Banjar dulu mungkin menyebutnya seperti kena wisa, persis banar," katanya.

Wisa--racun di kalangan masyarakat Banjar dipercaya menjadi penyebab sakit tertentu. Ini sisa-sisa kepercayaan dulu yang sebenarnya juga ada di berbagai budaya. Dulu, sebelum ilmu kedokteran modern menemukan kuman dan bakteri, semua orang percaya penyakit disebabkan oleh "angin jahat".

Karena itulah, strategi kesehatan di masa lalu sangat memperhatikan pentingnya ventilasi. Tata letak fisik bangunan rumah sakit jadul memiliki jendela yang banyak dan memiliki paviliun-paviliun yang memungkinkan pasien tidak tertumpuk dan berbagi udara buruk. Bahkan ada sejenis menara yang didirikan untuk memindahkan udara yang terkontaminasi di dalam rumah sakit, ke luar ruangan.

Pelopor dari ide ini adalah Florence Nightingale, yang mempopulerkan desain dalam bukunya tahun 1859, Notes on Hospitals. Sebagai seorang perawat dalam Perang Krimea, dia melihat 10 kali lebih banyak tentara meninggal karena penyakit daripada luka pertempuran.

Nightingale kemudian memulai kampanye kebersihan besar-besaran di rumah sakit yang penuh sesak, dan dia mengumpulkan statistik, yang dia presentasikan dalam infografis perintis. Yang paling menjadi kekhawatirannya adalah udara. Dia bahkan mengatur proporsi yang tepat untuk paviliun 20 pasien agar ada 1.600 kaki kubik udara bersirkulasi per tempat tidur.

Saat ini, di tengah pandemi yang disebabkan oleh virus baru di udara, kearifan lama tentang ventilasi muncul kembali. Pertanyaannya seberapa sering kita memperhatikan ventilasi udara khususnya bagi yang sedang Isoman?

Tidak terlalu sering. Yang terjadi bisa sebaliknya, yang isoman mengurung diri dalam kamar. Mungkin bahkan dengan menutup jendela rumah karena takut virus akan menerobos ke luar.

Apakah ini menjadi penyebab banyak yang meninggal karena kehabisan udara segar? Amang punya kesimpulan yang jelas-jelas mengindikasikan itu. "Semua gejalanya sebenarnya tidak apa-apa," katanya. "Yang berbahaya cuma susah bernapas itu, makanya banyak orang rebutan tabung oksigen," katanya.

Amang sendiri akhirnya beralih ke alat bantu napas portable yang murah meriah. Dia membelinya di apotik. "Saya semprot setiap mau tidur, lumayan sangat membantu," katanya berbangga diri karena menemukan cara cerdik untuk menyiasati kelangkaan oksigen.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X