Longsor HST Karena Pertanian Lahan Kering

- Rabu, 1 September 2021 | 13:51 WIB
LAHAN KRITIS: Tutupan lahan wilayah Pegunungan Meratus berkurang. Banyak lahan kritis akibat konversi lahan ke pertanian kering. | Foto: Wahyu Ramadhan/Radar Banjarmasin
LAHAN KRITIS: Tutupan lahan wilayah Pegunungan Meratus berkurang. Banyak lahan kritis akibat konversi lahan ke pertanian kering. | Foto: Wahyu Ramadhan/Radar Banjarmasin

BARABAI - Laporan analisis Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah V Banjarbaru tentang banjir yang terjadi di Hulu Sungai Tengah (HST) Januari 2021 lalu menjelaskan jika tutupan lahan hutan di Pegunungan Meratus didominasi pertanian lahan kering seperti kebun karet. Konversi lahan inilah yang disinyalir menjadi faktor tingginya longsor di Daerah Tampung Air (DTA) di wilayah hulu. Hal ini dikarenakan lahan pertanian yang dikonversi berada di topografi yang curam. Material longsor ini juga yang membuat air keruh waktu banjir.

Pertanian lahan kering tersebut membuat banyaknya lahan kritis di wilayah hilir. BPKH melaporkan ada lahan sangat kritis di wilayah hilir membentang seluas 7.658,53 ha (26%). Sementara lahan kritis 283,87 ha (1%), dan agak kritis 13.479,34 ha (45,98%). Sebaliknya lahan yang tidak kritis hanya 5.940,50 ha (20%). Sedangkan lahan yang potensial kritis mencapai 1.934,66 ha (6,63%).

Jika tidak segera ditangani lahan kritis akan menjadi sangat kritis. Kemudian berlanjut lahan berpotensi kritis akan menjadi lahan kritis.

Kabid Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup HST, Rahmatullah menjelaskan untuk mengatasi kurangnya tutupan lahan itu pihaknya melakukan vegetasi di beberapa wilayah hulu.

"DLH sudah melaksanakan vegetasi dan penghijauan. Kemudian pembersihan aliran sungai juga sudah dilakukan. Bahkan ada program membuat kolam regulasi pengendali banjir di Desa Aluan, Kecamatan Batu Benawa," ujarnya, Senin (29/8) lalu.

Program kolam regulasi ini akan dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR). Pihaknya sekarang sedang fokus melakukan mitigasi bencana banjir dari hulu dan hilir. "Di hulu kami lakukan pengetatan keamanan hutan dari pembalakan liar dan penghijauan. Di hilir kami menata drainase, serta membersihkan sungai," tegasnya.

Kadis Lingkungan Hidup Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana mencontohkan faktor lain penyebab banjir dan longsor di HST. Seperti di Desa Haruyan Dayak, Kecamatan Hantakan. Ada pertemuan dua sungai yakni Sungai Paki dan Sungai Aiteh. Kemudian desa ini berada di wilayah ekoregion perbukitan struktural lipatan bermaterial campuran batuan sedimen karbonat dan non-karbonat. "Hal ini yang menyebabkan wilayah ini mudah longsor karena kontur tanah lunak," ujarnya, Selasa (31/8).

Lantas mengapa di wilayah perkotaan Barabai air banjir paling lama surut? "Di kota Barabai banjir hingga 5 meter, dan menggenang selama lima hari. Sungai di pusat kota mengalami pendangkalan 2 meter, dan terletak di wilayah ekoregion dataran fluvial bermuatan alluvium," tandasnya.

Namun dalam laporan analisis BPKH ini, pembalakan liar malah tidak termasuk faktor penyebab terjadinya banjir dan longsor. Tutupan lahan di wilayah pegunungan Meratus berkurang hanya karena banyaknya konversi lahan ke pertanian lahan kering.(mal/dye/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

EO Bisa Dijerat Sejumlah Undang-Undang

Rabu, 24 April 2024 | 08:00 WIB

Pengedar Sabu di IKN Diringkus Polisi

Rabu, 24 April 2024 | 06:52 WIB

Raup Rp 40 Juta Usai Jadi Admin Gadungan

Selasa, 23 April 2024 | 09:50 WIB

Masih Abaikan Parkir, Curanmor Masih Menghantui

Selasa, 23 April 2024 | 08:00 WIB
X