Pelaku Usaha Kesal Tak Dilibatkan Uji Publik Perda Pajak HST

- Jumat, 10 September 2021 | 10:41 WIB
MINTA DILIBATKAN: Para owner kafe kesal lantaran tidak dilibatkan dalam uji publik Raperda Pajak dan Retribusi Daerah. | FOTO: JAMALUDDIN/RADAR BANJARMASIN
MINTA DILIBATKAN: Para owner kafe kesal lantaran tidak dilibatkan dalam uji publik Raperda Pajak dan Retribusi Daerah. | FOTO: JAMALUDDIN/RADAR BANJARMASIN

BARABAI - Uji publik terkait Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah dianggap tidak ideal di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Pasalnya para pelaku usaha yang akan dikenai pajak justru tak semua diundang. Uji publik yang digelar di DPRD HST terkesan hanya formalitas, Kamis (9/9) tadi.

Para pelaku usaha kafe dan restoran dibuat kesal karena tak pernah dilibatkan dalam pembuatan perda tersebut. Padahal selama ini penarikan pajak kepada mereka tak pernah telat. "Jangankan diundang, bahkan raperdanya saja tidak pernah diperlihatkan ke kami. Kami ini pelaku usaha, tapi tidak diberi tahu aturannya," kata salah satu pengusaha kafe di Barabai, Andika Dwi Octavianto.

Sebagai pelaku usaha, ia mengkritik raperda pajak tersebut. Dia meminta pemerintah untuk tidak menambah beban warga di tengah kondisi Covid-19. "Sekarang kondisinya pengeluaran lebih banyak ketimbang pemasukan. Pemerintah seperti tidak mau tahu penderitaan kami. Teman owner kafe lain juga pakai mode bertahan saja lagi," keluhnya.

Beratnya beban operasional kafe menambah derita para pengusaha kafe. Pasalnya uang sewa tempat tidak pernah turun, namun pendapatan justru tak menentu. "Kalau sudah besar pengeluaran daripada pemasukan bagaimana mau bayar pajak. Coba ada relaksasi," bebernya.

Ia menuntut agar seluruh pelaku usaha mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Perda. "Supaya melahirkan suatu draf rancangan peraturan daerah yang benar-benar komprehensif, aspiratif dari semua stakeholder masyarakat. Demi kenyamanan semua pihak dan kemajuan HST," tegasnya.

Raperda yang sedang diuji publik yakni tentang pajak restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan, parkir, air tanah, dan sarang burung walet. Anggota Pansus DPRD HST, Supriadi tak menampik jika uji publik ini tidak ideal. Namun situasi pandemi menjadi salah satu alasan untuk tidak mengumpulkan orang banyak. Makanya peserta uji publik dibatasi, dan hanya diundang para perwakilan saja. "Penyampaian pendapat dan kritik bisa dilakukan lewat asosiasi, silakan bersurat. Ada banyak hal yang harus dikritisi," jelasnya.

Kabid Pajak dan Retribusi Daerah HST, Alipansyah meminta uji publik ini menjadi tanggung jawab bersama antara legislatif dan eksekutif. Supaya pelaku usaha bisa mengetahui perda yang sedang dibahas. "Ini PR kita semua untuk menyosialisasikan raperda tersebut. Supaya kalau sudah disahkan tidak muncul permasalahan," pungkasnya.

Tempat Usaha Kena Pajak Parkir

Pemkab HST juga akan memajaki area parkir di tempat usaha yang ada di Barabai. Rencana ini dituangkan dalam raperda tentang pajak daerah. Namun, saat raperda tersebut diuji publik di Kantor DPRD HST juga tak ada perwakilan dari penyelenggara tempat parkir. Bunyi dari raperda tersebut pada pasal 28 ayat 2 menyebut objek parkir adalah penyelenggara tempat parkir di luar badan jalan. Termasuk penitipan kendaraan bermotor. Pajak akan dipungut sebanyak 10 persen.

Alipanyah mengilustrasikan pemungutan pajak diambil dari biaya parkir di tempat usaha. "Misalkan biayanya Rp2 ribu, maka ada pajak 200 rupiah perkendaraan di sana," jelasnya.

Namun tidak ada dispensasi dari pemerintah daerah jika motor hilang diparkir di area kena pajak. Tanggung jawab sepenuhnya diserahkan kepada penyelenggara parkir. "Keamanan dibebankan kepada pengelolaan parkir," jelasnya.

Terkait tidak adanya perwakilan dari penyelenggara tempat parkir yang ikut uji publik, Alipansyah menyebut jika selama ini belum ada paguyuban penyelenggara parkir. Ia berharap perwakilan yang datang dalam uji publik tersebut bisa menyosialisasikan tentang raperda parkir tersebut. "Mereka bisa dianggap mewakili. Nanti kami juga akan survei ke tempat-tempat yang berpotensi parkir sekaligus menyosialisasikan raperda tersebut," katanya.

Sedangkan dalam pasal 28 ayat 3 tempat yang tidak termasuk objek parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah. Kemudian penyelenggaraan tempat parkir yang dikelola oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawan.

Dalam draf raperda tentang pajak yang didapat Radar Banjarmasin, tidak dijelaskan klasifikasi tempat usaha apa saja yang akan dikenakan pajak.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X