BANJARMASIN - Semestinya penanganan permukiman kumuh di Kota Banjarmasin rampung tahun ini. Alih-alih selesai, kawasan kumuh justru malah bertambah.
Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2015 lalu, ada seluas 549 hektare kawasan kumuh di kota ini.
Selama lima tahun pembenahan, pemko bisa menekan hingga hanya tersisa 36 hektare kawasan kumuh. Kala itu, kawasan yang paling banyak dibenahi berada di Kecamatan Banjarmasin Selatan.
Namun, rupanya di tahun 2021 ini, menurut Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Banjarmasin, Ahmad Fanani, luasan permukiman kumuh malah bertambah menjadi 380 hektare. Sebarannya merata di lima kecamatan.
Ditanya mengapa, Fanani menjawabnya sebagai dampak dari perubahan RTRW 2021. “Yang dulunya jalur hijau, sebagian diubah menjadi kuning seiring revisi RTRW ini. Maka bermunculan lah kawasan kumuh baru," ungkapnya kemarin (28/9).
Sekarang, pemko diberi waktu lima tahun untuk mengentaskan kawasan kumuh baru tersebut.
Kumuh atau tidak kumuh, ditentukan oleh tujuh indikator. Sebagian di antaranya adalah tata bangunan, jalan lingkungan, sanitasi dan kerawanan bahaya kebakaran.
“Yang paling berat adalah mengatasi sampahnya. Maka harus bekerja sama dengan dinas lain untuk menyelesaikanya. Semoga lima tahun mendatang, target nol kawasan kumuh bisa tercapai,” harapnya.
Mengingat pandemi, Disperkim tak bisa terlalu mengandalkan APBD. Anggarannya sudah sangat terbatas. Maka, tak ada pilihan kecuali melobi ke sejumlah program yang tersedia di pemerintah pusat.
“Ambil contoh penanganan kawasan kumuh di Kelayan. APBD hanya menggelontorkan Rp41 miliar. Padahal, total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp125 miliar. Jadi meminta bantuan ke pemerintah pusat jauh lebih realistis,” pungkasnya. (war/fud/ema)