Rasa saling peduli yang kini mulai terkikis menjadi alasan Sanggar Titian Barantai Uniska MAB mengangkat lakon 'Hamil'.
Penulis, WAHYU RAMADHAN
Alunan musik terdengar nyaring dan mengentak. Berpadu kerlap-kerlip lampu sorot panggung. Di sebuah rumah, sepasang suami istri tampak bertengkar hebat. Sumpah serapah meluncur dari mulut keduanya. Saling tuding. Tak ada yang mau mengalah. Padahal, mereka adalah orang berpendidikan.
"Dasar tidak becus !!!," ucap sang suami.
"Kamu yang tidak tak becus !!!," balas si istri.
Rupanya perkara yang dihadapi bukan sepele. Pertengkaran itu dipicu karena anak perempuan mereka, Sisi, hamil di luar nikah.
Tentu tak adil bila hanya menyalahkan Sisi. Andai kedua suami istri itu sadar, masalah yang dialami putrinya itu juga dipicu karena kurangnya perhatian mereka.
Salah satunya, karena kedua suami istri itu terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing. Anak di rumah tidak dipedulikan. Sisi akhirnya terjerumus dalam pergaulan bebas. Bahkan, hingga hamil di luar nikah.
Pertengkaran itu semakin sengit. Alih-alih mencari solusi, pasangan suami itu justru malah terkesan cuek. Sisi yang berbadan dua lantas ditinggalkan.
Dalam perjalanannya, Sisi semakin dijauhi orang-orang terdekat. Suatu ketika, dia merasa semakin terpuruk, karena menanggung penderitaan seorang diri.
Di tengah kekalutan, muncul dua kelompok anak muda yang bersemangat. Bergaya urakan, namun terlihat modis. Saling beradu mencari perempuan untuk dirayu.
Sisi yang berparas ayu pun termasuk dalam incaran dua kelompok itu. Mereka bersaing memperebutkannya.
Tanpa rasa iba terhadap penderitaan yang dirasakan Sisi, kedua kelompok itu terus melancarkan bujuk rayunya. Tujuannya, agar Sisi mau bergabung dengan salah satu kelompok itu.
Beruntung, kebaikan masih memihak Sisi. Dia diselamatkan sekelompok orang-orang lorong yang dikenal dengan orang pinggiran berhati lembut. Saat itu, Sisi pun akhirnya sadar, masih ada Tuhan yang Maha Baik.
Hingga sampai di ujung kisah, Sisi mendapatkan ketenangan. Ia meninggal dunia dalam kedamaian.
Itulah sekelumit kisah drama musikal yang disuguhkan Sanggar Titian Barantai, Sabtu (16/10) malam. Diperankan oleh 23 anggota sanggar, drama musikal itu diangkat dari naskah karya Puthut Buchori.
Sang sutradara pementasan, Liko Anshori menjelaskan sejumlah alasan mengapa naskah berjudul 'Hamil' berdurasi satu jam lebih itu diangkat dalam pementasan. Menurutnya, naskah ini dipilih lantaran unsur cerita dekat dengan kehidupan remaja.
"Berangkat dari kegelisahan, kami memandang saat ini rasa saling peduli antar sesama kian merosot. Terkhusus pada generasi muda," ucapnya.
Di sisi lain, naskah yang dipentaskan di halaman kampus Uniska MAB itu juga dianggap pas dengan target penonton, yakni kaum muda.
"Kejadian serupa sangat sering terjadi di sekitar kita. Namun, kita kerap hanya mementingkan diri sendiri. Tak peduli dengan sekitar dan lupa dengan istilah memanusiakan manusia," ungkapnya.
Penampilan yang dibawakan tersebut, tambah dia, hanyalah contoh kecil yang terjadi akibat terseret arus perubahan zaman.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen itu berharap, pementasan yang disuguhkan mampu menjadi pengingat, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang semestinya bisa saling peduli dan bertanggung jawab atas segala perbuatan.
"Semoga keberlangsungan proses kreatif tidak berhenti sampai di sini, terus melakukan eksplorasi demi keberlangsungan bersama," ujarnya.
Ketua Umum STB Uniska Angga Tri Wahyudi menjelaskan, pementasan itu juga merupakan rangkaian proses perekrutan calon anggota baru untuk regenerasi Sanggar Titian Barantai.
Melalui pementasan, pihaknya ingin memperkenalkan lebih dekat unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang kesenian.
Selain drama musikal berjudul 'Hamil', dalam kegiatan tersebut juga disuguhkan seni tari Japin Rantau, serta musikalisasi puisi berjudul 'Mantra Langit' karya Kalsum Belgis.
"Pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Tujuannya saling kenal satu sama lain. Melihat secara langsung bentuk kegiatan yang ada di sanggar," tutupnya. (war)