Merapatkan Saf

- Kamis, 21 Oktober 2021 | 10:28 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

Oleh Muhammad Syarafuddin

DUA pekan terakhir, saya berkesempatan salat Jumat di dua kota berbeda, Banjarmasin dan Balikpapan.

Masjid di sini telah melepas stiker silang merah di lantainya. Digantikan oleh gulungan sajadah berwarna hijau. Masih gres, seperti baru datang dari toko.

Dan seruan imam sebelum takbir diangkat, "Sawwu shufu fakum!" pun kembali terdengar.

Saya terkejut, tapi bisa memahami.

Selama 18 bulan, umat telah bersabar. Melalui masa sulit karena PSBB dan PPKM. Menerima pembatasan, bersedia salat berjemaah dengan menjaga jarak.

Sementara di kota tetangga, selotipnya masih menempel. Selama khatib berada di atas mimbar, kami menjaga jarak. Satu meter kurang sedikit.

Tapi begitu iqamah berkumandang, jemaah langsung merapatkan barisan. Semua saf terisi penuh.

Kali ini, saya tak lagi terkejut. Dengan kesadaran penuh maju untuk mengisi celah yang kosong di depan.

Apakah protokol kesehatan di rumah ibadah telah dilanggar? Seorang makmum seperti saya tak berhak menghakimi.

Sebenarnya, saya terlambat menyadari. Bahwa pelepasan tanda menjaga jarak di masjid bukan sebuah kebetulan. Ini terjadi serempak.

Seorang kawan memperlihatkan video yang sedang viral. Merekam pelepasan stiker menjaga jarak di lantai Masjidili Haram, Makkah.

Serupa dengan Masjid Nabawi di Madinah. Artinya, masjid di tanah suci sudah dibuka untuk kapasitas penuh.

Menurutnya, video itulah yang meyakinkan para pengurus masjid untuk mengembalikan safnya seperti semula.

Halaman:

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB
X