Guru “Laskar Pelangi” di Pedalaman Pegunungan Meratus, Hanya Lulusan Paket, Selamatkan Satu Generasi

- Selasa, 26 Oktober 2021 | 08:59 WIB
MENGAJAR: Sahdidin mengajar muridnya di sekolah terpencil SDN Muara Hungi, Kecamatan Batang Alai Timur, Sabtu (23/10). | Foto: Jamaluddin/Radar Banjarmasin
MENGAJAR: Sahdidin mengajar muridnya di sekolah terpencil SDN Muara Hungi, Kecamatan Batang Alai Timur, Sabtu (23/10). | Foto: Jamaluddin/Radar Banjarmasin

Sahdidin (51) adalah salah satu perintis sekolah dasar di pedalaman pegunungan Meratus. Ia menjadi guru selama 20 tahun sejak 2001. Berkat jasanya ini ratusan anak-anak di Desa Muara Hungi terselamatkan dari  buta aksara.

JAMALUDDIN, Barabai

Pintu kelas 1 di SDN Muara Hungi, Desa Muara Hungi, Kecamatan Batang Alai Timur, Hulu Sungai Tengah siang itu terbuka lebar. Di dalam ruangan, terlihat Sahdidin bersama empat orang muridnya sedang belajar membaca dan mengeja abjad.

 Guru asal Dusun Maliringan, Desa Muara Hungi itu nampak tersenyum. Ditemui di ruang kelas berbeda, Sabtu (23/10). Sahdidin membagikan pengalamannya mengajar di Desa Muara Hungi selama 20 tahun.

SDN Muara Hungi merupakan sekolah terpencil yang ada di wilayah pedalaman pegunungan Meratus. Jaraknya 35 kilometer dari pusat kota Barabai. SD ini baru berdiri tahun 2003. Sebelum ada gedung sekolah, pada tahun 1990-an warga di desa tersebut memakai balai sosial untuk tempat berbagi pengetahuan.

Sahdidin mengatakan, kala itu sekolah hanya diperuntukkan bagi para pemuda. Mereka diminta mengikuti program sekolah paket oleh pemerintah setempat. Lulusan sekolah paket inilah yang diminta mengajar pendidikan kepada anak-anak nanti. Salah satu pemuda yang ikut sekolah paket adalah dirinya. “Saya ikut dari paket A, B, dan C,” kisahnya.

Setelah ikut sekolah paket, pada tahun 2001 Sahdidin bersama dua koleganya, Rudi dan Fitri mendapat panggilan dari Dinas Pendidikan. Mereka diminta mengikuti penataran guru selama sepekan. Selesai ikut penataran, Sahdidin kembali ke desanya. Mereka diberi amanah untuk mengajar di balai sosial tadi.

Pertama kali memulai sekolah non formal, antusias masyarakat mengenyam pendidikan di desa sangat tinggi. Ada ratusan anak dan dan remaja yang mengikuti pelajaran yang diampu Sahdidin dan dua koleganya. Misinya kala itu cukup membuat mereka bisa membaca, menulis dan menghitung.

Misi itu berlangsung hingga dua tahun. Akhirnya pada tahun 2003 di Desa Muara Hungi dibangun sekolah dasar filial, diberi nama Sekolah Kecil Muara Hungi. Pusat sekolahnya ada di desa tetangga yakni Desa Pembakulan. Jaraknya kurang lebih 7 kilometer.

"Bangunan sekolah masih dari kayu. Cuma ada tiga ruang kelas," kenangnya. Di sekolah filial, status Sahdidin dan dua koleganya menjadi guru honorer.

Ternyata tak mudah menjadi sosok pengajar di pedalaman Meratus. Letak geografis yang didominasi perbukitan membuat Sahdidin harus mengeluarkan tenaga ekstra. Ia berjalan kaki untuk mengajar. Kendaraan saat itu belum bisa melewati jalan desa. Bahkan ada satu lokasi di mana Sahdidin dan muridnya harus menggunakan rakit untuk menyebrang sungai Batang Alai agar sampai ke sekolah.

Sahdidin harus bolak-balik berjalan kaki bersama muridnya yang tinggal di Dusun Maliringan, jaraknya yang ditempuh sejauh 5 kilometer dari sekolah. Bisa dibayangkan selama 3 tahun Sahdidin berjalan kaki demi menyelamatkan anak-anak dari penyakit buta aksara.

Baru, sekitar tahun 2006-2007 akses jalan dari rumah Sahdidin mulai dipaving. Tak hanya akses jalan yang diperbaiki. Bangunan sekolah juga mendapat perbaikan. Dinding sekolah diganti beton, dan ruangan kelas ditambah menjadi 6 ruangan. Karena ada pembangunan,   tahun 2006 Sekolah Kecil Muara Hungi berganti nama menjadi Sekolah Dasar Negeri Muara Hungi . Nama ini dipakai hingga sekarang.

Sembari mengajar Sahdidin dulu punya pekerjaan lain yaitu berkebun karet dan  pisang. Hasil kebun ini yang dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta membeli peralatan tulis dan perlengkapan mengajar.

Halaman:

Editor: berry-Beri Mardiansyah

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pertanyakan Konsistensi Dinas PUPR

Selasa, 23 April 2024 | 08:45 WIB

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X