Siap atau tidak, hanya beberapa pekan lagi kita akan memasuki 2022. Hampir dua tahun kita telah berjuang melewati pandemi. Bagi banyak orang, tahun-tahun yang sulit ini menggarisbawahi banyak penderitaan, kesepian, kebingungan, kehilangan.
Pandemi membuat kita sadar betapa rapuhnya banyak tatanan dalam hidup. Saat kita mengakhiri tahun ini, ada perasaan bahwa kehidupan prapandemi mungkin akan kembali. Tapi tentu saja, hidup adalah perjalanan satu arah. Kepolosan tahun-tahun sebelum pandemi sudah mati tanpa dapat ditarik kembali.
Turbulensi tahun-tahun ini menjungkirbalikkan hidup kita. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa kita mungkin sudah sampai pada ujung keletihan. Banyak negara mencatat selama masa pandemi ini, terjadi peningkatan penderita depresi klinis. Ada semacam keletihan universal pada cara kita memandang dan mengalami dunia.
Tapi dunia adalah tempat di mana kita hidup. Kesakitannya juga akan menjadi kesakitan kita. Semua orang hidup dengan kesakitan ini meski tak semua mengakuinya. Mungkin itu sebabnya kita sekarang sangat tergantung dengan bisnis hiburan. Netflix, Drakor, Liga Inggris, Cinemaxx, Rans Entertaiment. Kita hidup di era hiburan terbanyak hanya karena kita hidup di era rasa sakit terbesar.
Rasa sakit ini tidak selalu bersifat pribadi. Ini bukan hanya tentang Anda dan saya atau mereka yang banyak mengalami masa-masa sulit di masa pandemi. Anda bisa melihatnya di mana saja.
Anda bisa melihatnya di mata badut yang bergoyang memohon kepada Anda di sudut jalan. Anda melihatnya di mata orang-orang yang Anda kenal, yang di suatu masa lalu, mungkin memiliki bisnis yang bagus dan berjaya.
Anda melihatnya di mata rekan kerja Anda, betapapun antusiasnya mereka terhadap apa yang mereka lakukan. Dalam perjalanan panjang ke tempat kerja Anda, Anda bisa melihat kondisi jalanan yang menyedihkan, ruko-ruko yang kosong, pengemis dan manusia gerobak yang meningkat. Anda mendengar banyak cerita kebangkrutan dan konfrontasi yang sering terjadi atas sewa, listrik, air, pajak.
Anak-anak muda dari generasi zaman now berlomba di jalanan yang kosong pada larut malam dengan sepeda kreditan orang tua mereka, berusaha membuktikan kejantanan mereka. Mereka menantang bahaya karena mereka merasa lebih sulit untuk menantang kehidupan.
Mereka menyembunyikan rasa sakit mereka dengan menghindarinya. Begitu juga orang tua mereka yang tak berdaya melihat mereka menderita, mengetahui bahwa nasihat di masa sekarang ini, semakin tidak membantu.
Bahkan saat menonton para seleb di youtube yang mempertontonkan kemewahan, kita bisa melihatnya. Ada sesuatu yang sangat tragis dalam menonton pria dan wanita mengenakan pakaian desainer yang tidak masuk akal--berpura-pura bahwa itu hanya untuk bersenang-senang--sementara mata-mata mereka menunjukkan dengan tepat kecemasan bahwa orang lain mungkin gagal melihat betapa mahalnya hidup mereka.
Para pejabat yang dulu merasakan keistimewaan dari anggaran proyek (dan fee-nya), kini semakin menderita karena refocusing. Sementara dana DAK semakin menurun. Para politisi di daerah yang mengira kekuasaan mereka absolut didikte oleh konsep sentralisme yang semakin akut di republik ini. Belum menghitung pemilik modal yang semakin agresif.
Pada hari kita semua menyadari hal ini, bahwa orang kaya sama menderitanya dengan orang miskin, bahwa majikan mengalami masa yang sama sulitnya dengan karyawan, bahwa petugas pemerintah yang meminta suap kepada Anda menjalani kehidupan yang menyedihkan seperti Anda, maling yang Anda tangkap tidak memiliki mata pencaharian alternatif lain, bahwa seleb yang Anda idolakan sama kesepiannya dengan Anda, bahwa orang yang menindas Anda mungkin sama-sama ditindas dalam kehidupan sosial mereka-- semakin sedikit kita akan berusaha menyalahkan orang lain atas nasib kita sendiri.
Jadi ya, meski banyak nada muram dalam tulisan ini, saya berpesan terutama kepada diri saya sendiri untuk menyambut tahun 2022 dengan banyak bersyukur. Bahkan jika Anda merasa hanya sedikit hal untuk disyukuri tahun ini, Anda dapat—dan harus— tetap mensyukurinya.
Saran saya luangkan waktu Anda beberapa menit dalam sehari untuk mengingat kembali seberapa beruntungnya Anda. Bersyukur bukan hanya perintah dalam kitab suci. Tetapi teruji dalam penelitian modern membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Cicero menulis bahwa rasa syukur “bukan hanya yang sikap yang paling ideal, tetapi juga induk dari semua kebajikan lainnya.” Rasa syukur bisa membuat kita lebih dermawan kepada orang lain, lebih sabar, lebih tenang, dan tidak terlalu materialistis.
Jadi, Selamat Datang tahun 2022, be good to us, Alhamdulillah...()