Nego Alot Warga Banjarsari dan Perusahaan Tambang

- Senin, 6 Desember 2021 | 06:43 WIB
BERHARAP GANTI RUGI: Suharti (berjilbab) dan tetangganya Sukarni berdiri di tepi lubang tambang persis di belakang rumah mereka. Mereka berharap ganti rugi segera terealisasi. | FOTO: ZALYAN SHODIQIN ABDI/RADAR BANJARMASIN
BERHARAP GANTI RUGI: Suharti (berjilbab) dan tetangganya Sukarni berdiri di tepi lubang tambang persis di belakang rumah mereka. Mereka berharap ganti rugi segera terealisasi. | FOTO: ZALYAN SHODIQIN ABDI/RADAR BANJARMASIN

Suharti masih bertahan. Rp1,2 miliar yang dia tawarkan katanya sudah murah. Ganti rugi tanah seperempat hektare plus rumah yang sudah retak di pinggir lubang tambang.

- Oleh: Zalyan Shodiqin Abdi, Batulicin

Itik-itiknya baru saja bertelur. Biru bundar gemuk. Ditaruh di dalam wadah. "Ambil, bawa saja. Di sini banyak yang gak suka telur itik. Kebanyakan sukanya yang asin," kata Suharti.

Akhir pekan tadi, penulis berkesempatan, kembali mengunjungi wanita paruh baya itu. Di dalam Desa Banjarsari Kecamatan Angsana.

Beberapa hari silam. Ular kobra masuk ke dapurnya. Lewat lubang di dinding. Lubang retakan akibat getaran tanah yang labil karena aktivitas tambang. Persis di belakang dapurnya.

"Makanya lubang retak kami tambal. Baru saja dikerjakan bapaknya anak-anak."

Dinding itu retak sampai ke langit-langit. Persis di bagian dapur dan ruang utama. Yang ditambal hanya bagian bawah. Semen mereka tidak cukup.

"Kalau hujan air masuk," tunjuknya ke salah satu sudut dapur. Dalam ruangan kecil itu ada tulisan tangan: ruang salat.

Luas lahan miliknya kurang lebih seperempat hektare. Di belakang ada kebun karet. Pohon-pohon itu sudah condong ke lubang tambang. Tanahnya melesak ke arah lubang. Tinggal menunggu waktu nampaknya.

Orang-orang dari PT Mandiri Borneo Prima Energi sudah menawar. Sayang harganya tidak masuk hitungan Suharti.

"Masak ditawar Rp500 juta. Cukup apa duit segitu sekarang. Ini juga kan saya korban," beber wanita beranak dua bercucu tiga ini. Semua keturunannya itu perempuan semua.

Saat ini dia mengaku bingung. Mau mengadu ke mana. Mau sewa pengacara takut seperti cerita-cerita yang ia dengar. Sudah bayar mahal, ujung-ujung masalah tidak selesai.

"Kalau ke Bupati lapor bisa gak ya? Gimana caranya ketemu?" tanyanya lugu.

Dia tidak ingin seperti tetangganya, Sukarni. Istri Jumadi. Dibayar nyicil. Total Rp800 juta. Baru dibayar empat ratus. Tiga tahun menunggu sisa pembayaran sampai sekarang.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X