Menyisakan waktu kontrak hitungan hari, proyek pekerjaan Liang Anggang-Bati-Bati dipastikan tak selesai tahun ini. Bukan hanya gagal, proyek ini menjadi gambaran lemahnya perencanaan dan pengawasan atas kinerja kontraktor infrastruktur di Kalsel.
***
Centang di handphone yang dikirim ke Stefanus Budi Santoso sudah berubah warna menjadi biru. Tapi tak ada tanda-tanda Direktur Utama PT AKAS itu akan memberikan jawaban.
Wartawan mencoba menanyakan tanggapan dan rencananya atas proyek pengerjaan Liang Anggang -Bati-Bati yang amburadul. Stefanus tak tergoda untuk berkomentar meski beberapa kali pesan sudah bercentang biru.
Rekan kontraktornya pada proyek yang sama, Gunawan Santoso, sempar merespons. Namun, alih-alih menjawab sebagai Direktur PT Nugroho Lestari, dia mengirim pesan dan mengaku salah nomor. “Wah salah alamat pak, terimakasih sudah menghubungi,” ucap pengirim pesan yang mengaku berprofesi dosen di Surabaya itu.
Kedua bos kontraktor yang disebut-sebut bersaudara itu adalah pemenang lelang pada proyek pekerjaan Liang Anggang-Bati-Bati tahun 2021 ini. Jalan Nasional yang didanai oleh APBN sebesar Rp74 miliar ini jangankan lebih baik, pengguna jalan malah harus merasakan susahnya berkendara karena jalanan hancur.
Ketua Gabungan Pelaksana Nasional Konstruksi Seluruh Indonesia (Gapensi) Kalsel Edy Suryadi mengatakan meski diaturan tak ada larangan kontraktor luar bekerja namun Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) selaku pelaksana lelang, seharusnya jeli menentukan pemenangnya. Jangan sampai mengorbankan kepentingan masyarakat hanya karena ada kepentingan.
“Banyak kontraktor luar yang bekerja di sini (Kalsel) dan bisa selesai. Mereka bahkan kerjasama dengan perusahaan di daerah sejak sebelum lelang,” terangnya.
Pihaknya sendiri meminta kepada Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XI Banjarmasin, agar mem-black list kontraktor yang bekerja tak becus dan asal-asalan di Kalsel. “ Kami pengusaha daerah mengawasi pekerjaan tersebut secara penuh,” ucapnya.
Dia memastikan, jika BPJN Wilayah XI Banjarmasin tak mampu memberikan sanksi terhadap dua kontraktor ini, maka para pengusaha daerah akan turun ke jalan untuk memprotes bersama. “Kami ingatkan kepada BPJN Wilayah XI Banjarmasin agar tidak membuat keputusan apapun untuk menghindari target penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak,” tegasnya.
Di sisi lain, salah seorang kontraktor yang kerap memenangkan pekerjaan jalan dan jembatan di Kalsel menyayangkan, pekerjaan jalan ini tak memperhatikan dampak pekerjaan. Dia memberi contoh, pada saat pekerjaan, jalan yang sudah bagus, malah dikupas semua.
Padahal, pekerjaan sebutnya bisa saja setengah jalan dulu, agar masyarakat bisa melintas. Terlebih tidak semua lajur jalan yang diperbaiki rusak. “Kalau saya tak berani bekerja seperti itu. Kenapa tak ditutup setengah jalan dulu,” ujarnya tanpa mau namanya dikorankan. “Saya setuju kalau diaudit seperti yang disampaikan oleh mantan Ketua LPJK Kalsel, Subhan Syarief itu,” tambahnya.
Mantan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalsel Subhan Syarief sebelumnya menyoroti ketidaktepatan metode kerja yang diusulkan sejak awal pada dokumen lelang oleh pihak pelaksana yang jadi pemenang.
Padahal sebutnya, salah satu dasar indikator penilaian ketika kontraktor ditunjuk sebagai pemenang, adalah adanya usulan metode kerja yang terbaik dibandingkan dengan rekanan yang lain.
“Jadi sangatlah tak mungkin bila dalam jalannya proses pelaksanaan ternyata rekanan yang ditunjuk tersebut tak melaksanakan metode kerja tersebut. Kondisi ini yang terjadi hingga membuat keterlambatan serta membuat pengguna jalan kesulitan mengunakan jalan tersebut,” ujar Subhan kemarin.
Dia menengarai ada terjadi “pembiaran” dari pihak konsultan pengawas dan juga pejabat pembuat komitmen (PPK) yang sebenarnya bertanggung jawab dalam mengawasi kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor.
Mantan Ketua DPP Intakindo dan Inkindo Kalsel itu menambahkan diindikasikan karena terjadi kesalahan dari segi penerapan target kualitas dan kuantitas dalam penyelesaian setiap tahapan pekerjaan, pekerjaan jalan Liang Anggan-Bati-Bati itu bisa masuk dalam kategori kegagalan konstruksi. Karena itu dia mendorong adanya audit menyeluruh.
“Audit bisa dilakukan mulai siklus pra pelaksanaan dan siklus pelaksanaannya. Dari hasil audit akan bisa ditentukan, pihak siapa yang bersalah dan wajib bertanggung jawab menganti kerugian yang terjadi pada masyarakat pengguna jalan,” cetusnya.
Dengan begitu sebutnya, Balai Jalan seharusnya tidak langsung memutuskan untuk menghukum kontraktor dengan pasal denda. Menurutnya itu bukan solusi. “Walaupun dalam kontrak mengatur hal tersebut. Tapi sebelum itu dilakukan, perlu langkah audit, agar diketahui apa yang menjadi muara penyebab hal tersebut terjadi,” kata Subhan.
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional Wilayah XI Banjarmasin, Syauqi Kamal memang telah memanggil kontraktor. Dia memastikan tak ada perpanjangan kontrak. "Haarus selesai tahun ini,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Karena bekerja di masa denda, kontraktor harus siap menuntaskan proyek dan menyiapkan uang lebih. Jika dihitung-hitung dalam satu hari denda yang dibayar mencapai Rp20 juta. “Sudah saya sampaikan ke penyedia jasa, tiap pagi harus menyiapkan uang senilai satu unit motor untuk membayar denda. Ini lah konsekuensinya,” ujarnya.
Dalam aturan, sanksi mengenai denda keterlambatan proyek per hari diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Di Pasal 120 Perpres itu mengatur, penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak, dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu per seribu/permil) dari harga kontrak atau bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan tidak melampaui besarnya jaminan pelaksanaan. “Mereka (kontraktor) masih komitmen menuntaskan pekerjaan," ucap Syauqi.(mof/by/ran)
YANG DINILAI JANGGAL DARI PROYEK LIANG-ANGGANG-BATI BATI
- Kontraktor sudah memiliki track record buruk di Kalsel sebelumnya.
- Bukan penawar terendah proyek. Hanya kontraktor lain disebut tak penuhi persyaratan administrasi.
- Tidak menerapkan metode kerja yang diusulkan sejak awal pada dokumen lelang. Metode kerja menjadi indikator penilaian dalam lelang. Usulan metode yang lebih baik akan unggul dibanding kontraktor lain.
- Tak ada pengawasan dari konsultan dan pemilik proyek dalam upaya menjaga kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor.
- Belum ada audit sejauh ini meski sudah terjadi pelanggaran yang merugikan pengguna jalan dan masyarakat sekitar.