Dari Buku Eksotisme Parang Tradisional Kalsel: Jika Tak Diteliti, Pengetahuan Terancam Punah

- Selasa, 21 Desember 2021 | 12:15 WIB
BERI MASUKAN: Peserta diskusi menyampaikan pendapatnya, saat launching buku Eksotisme Parang Tradisional Kalsel, Senin (20/12) lalu. | Foto: Wahyu Ramadhan/Radar Banjarmasin
BERI MASUKAN: Peserta diskusi menyampaikan pendapatnya, saat launching buku Eksotisme Parang Tradisional Kalsel, Senin (20/12) lalu. | Foto: Wahyu Ramadhan/Radar Banjarmasin

Berkejaran dengan waktu, penelitian tentang parang tradisional Kalsel kini dibukukan. Tonggak awal upaya pelestarian senjata tradisional.

Oleh: WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin

Buku itu berjudul 'Eksotisme Parang Tradisional Kalsel'. Terdiri dari lima bab, total 100 halaman.

Bagi saya yang awam, sampul buku itu tampak misterius. Lantaran deretan foto parang di sampul itu diubah warnanya menjadi hitam putih. Meski tampak sedikit buram, tapi secara keseluruhan masih enak dipandang.

Semua bahan yang ada dalam buku itu merupakan kumpulan hasil penelitian Asosiasi Antropolog Indonesia (AAI) Kalsel, bekerja sama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalsel.

Seperti judulnya, buku itu tidak hanya berkutat tentang ulasan ragam bentuk dan jenis parang pada umumnya. Misalnya, parang Bungkul dan Lais yang terkenal di Banua. Tapi, juga ulasan tentang parang, yang bahkan kini dikategorikan langka.

Hal menarik lainnya, terkait kegunaan parang untuk alat kerja bertani dan berkebun. Ambil contoh seperti yang diulas dalam Bab III di buku itu.

Di masa perjuangan melawan penjajah, parang digunakan sebagai senjata. Kemudian di sisi lain, bahkan hingga kini, juga digunakan sebagai azimat. Mulai perlindungan diri dari ragam kejahatan atau musibah, untuk usaha atau dagang, kharismatik atau kewibawaan, hingga sebagai benda pusaka.

Kepada Radar Banjarmasin, Ketua AAI Kalsel Achmad Rafieq menjelaskan, penelitian dimulai sejak Agustus 2021 lalu. Menggandeng Komunitas Pencinta Senjata Tradisi Kalsel, yakni Komunitas Wasi Pusaka Banua (Wasaka), wilayah penelitian parang menjamah sejumlah daerah. Seperti Kabupaten Barito Kuala (Batola). Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Tapin, hingga sejumlah daerah di Hulu Sungai.

Penelitian dianggap perlu, lantaran kurangnya perhatian terhadap parang di Kalsel. Itu ditandai dengan minimnya pengetahuan tentang ragam parang yang ada.

"Ada kekhawatiran bila parang di Kalsel tidak diteliti dan diinventarisir, maka jenis parang akan punah, dan pengetahuan kita tentang hal itu akan hilang," jelas Rafieq.

Sebelum dibukukan, hasil penelitian sementara sempat didiskusikan melalui seminar pada 12 November lalu di Museum Wasaka. "Tujuannya menampung berbagai masukan dari pegiat dan pemerhati senjata tradisional, juga budayawan," tambahnya.

Berkejaran dengan waktu, akhirnya penelitian tuntas akhir November tadi. Hasilnya lantas dibukukan dan diperkenalkan, Senin (20/12) siang di Aula Hasan Basri, Dinas Pariwisata Kalsel.Dari hasil penelitian yang dibukukan itu, setidaknya tercatat 31 parang.

Saat perkenalan, buku Eksotisme Parang Kalsel itu juga diulas oleh akademisi di Universitas Lambung Mangkurat (ULM), M Zaenal Arifin Anis. Diskusi pun berlangsung. Ada banyak masukan dari peserta yang hadir. Rata-rata, menginginkan adanya penelitian lanjutan.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X