BANJARMASIN - Menjelang pergantian tahun, harga cabai rawit melonjak hingga Rp140 ribu per kilogram.
"Mahal sekali. Bahkan lebih mahal dari harga daging sapi yang cuma Rp130 ribu per kilo," kata Atun, warga Jalan Veteran, Banjarmasin Timur, (27/12). Perempuan 45 tahun ini sangat memerlukan bumbu pedas untuk dagangan makanan di warungnya.
"Makan tanpa sambal kan tak enak. Tapi mau bagaimana lagi? Jadi sekarang dikurangi, tapi sambalnya tetap ada," tambahnya.
Salah seorang pedagang cabai di Pasar Sentra Antasari, Banjarmasin Tengah, Sidi menuturkan, kenaikan ini merangkak selama beberapa pekan terakhir.
Sidi hanya bisa menduga-duga. Bahwa cuaca ekstrem menjadi penyebab. "Lalu juga daerah pemasok seperti Kandangan dan Barabai sempat kebanjiran. Hasil panen petani jadi tak maksimal," ujarnya.
"Saya memang terbiasa menyebut kedua daerah itu sebagai contoh," tambahnya.
Disebutkannya, cabai taji kini dijual Rp100 ribu per kilogram, sebelumnya hanya Rp65 ribu.
Sementara cabai merah besar turun menjadi Rp35 ribu dari sebelumnya Rp60 ribu per kilogram. Sementara cabai hijau stabil di harga Rp30 ribu per kilogram.
"Cabai tiung yang sebelumnya Rp70 ribu, kini sudah Rp100 ribu. Sedangkan rawit yang sebelumnya Rp100 ribu, saat ini melonjak Rp140 ribu hingga Rp150 ribu per kilogram," bebernya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kalsel, Birhasani, mengatakan, kenaikan harga cabai juga terjadi di daerah lainnya di Indonesia. Musim hujan yang berat membuat hasil panen cepat membusuk. Baik saat masih di pohon maupun dalam penyimpanan.
"Produksi berkurang dan pasokan ke pasar menurun. Pedagang tak berani menyetok dalam jumlah banyak. Takut merugi karena risiko cepat membusuk," jelasnya.
Selama ini, Kalsel juga memasok cabai dari Jawa dan Sulawesi. Kembali Birhasani mengatakan, situasi panen di sana juga serupa dengan kondisi yang dihadapi petani lokal.
"Masyarakat bisa menyiasati dengan memilih jenis cabai yang lebih murah. Agar lebih hemat," sarannya. (gmp/fud)