BANJARMASIN - Pemasangan garis polisi (Police line) Tatakan Underpass atau Jalan Hauling di Jalan Ahmad Yani Kilometer 101 berbuntut panjang.
Sekelompok orang yang tergabung dalam Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Asosiasi Hauling dan Asosiasi Tongkang melayangkan gugatan praperadilan terhadap Polda Kalsel. Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Selasa (28/12) siang.
Koordinator MAKI, H Boyamin Saiman mengatakan, ia tidak datang sendiri menyerahkan gugatan praperadilan, namun bersama belasan pemohon lainnya yang mewakili asosiasi hauling dan asosiasi tongkang batubara. Mereka adalah Muhammad Sapi’i, Mahyudin, Novarein, Setyawan Budiarto, Fadhor Rahman, Moh Irfan Sudibyo SE, Abdurrahman dan Kartoyo.
Gugatan praperadilan sampai dilayangkan, jelas Boyamin, lantaran penyitaan itu dilakukan tanpa memberikan lampiran apapun kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
“Penyitaan dengan memberikan garis polisi (police line) pada jalan hauling di bawah Underpass Tatakan Km 101 Tapin tidak beralasan hukum. Apalagi tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri (PN) setempat," ujarnya.
Ada sejumlah alasan kenapa mereka sepakat melayangkan gugatan. Pertama, tindakan termohon (Polda Kalsel) menghalangi segala kegunaan fungsi jalan hauling menjadikan fasilitas jalan tidak dapat digunakan secara umum, sesuai perizinan bangunan jalan hauling sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku.
Kemudian, tindakan termohon tidak sah dikarenakan pemanfaatan jalan hauling status quo telah berdasar hukum, yaitu adanya perjanjian di antara pihak-pihak perusahaan yang memanfaatkan jalan hauling tersebut, dan belum adanya pembatalan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Selanjutnya, tindakan termohon tanpa memberikan keterangan lain serta tanpa adanya laporan kepada Pengadilan Negeri setempat. Tindakan kepolisian tidak mempunyai dasar, dan pihak para pemohon menilai tindakan itu sudah masuk dalam ranah ilegal dan melanggar hukum.
Terakhir, terdapat kerancuan dan mengada-ada dari tindakan yang dilakukan sebagai indikasi pelanggaran Pasal 33 dan Pasal 38 KUHAP Tentang Penggeledahan dan Penyitaan.
"Di sini termohon melakukan tindakan paksa secara arogan, tanpa hak, melakukan kewenangannya atas tidak adanya penyidikan suatu delik tindak pidana berdasar Surat Perintah Penyidikan," tegasnya.
Dijelaskan, makna penyitaan sesuai KUHAP, setiap tindakan upaya paksa, adalah merupakan obyek praperadilan. Tindakan penyitaan secara substantif juga merupakan yuridiksi obyek praperadilan.
"Tindakan pemberian garis pembatas, termasuk penyitaan, yang apabila tidak terdapat izin Ketua PN setempat, maka dinyatakan tidak sah," tegasnya.
Menanggapi gugatan praperadilan dari warga, Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Mochamad Rifai mengatakan akan menghormati proses hukum.
"Kalau memang ada upaya lain yang dilakukan masyarakat, ya silakan," katanya.
Humas PN Banjarmasin, Febrian Ali membenarkan mengenai gugatan praperadilan. Namun belum bisa dipastikan kapan waktu sidang akan dilaksanakan. Karena masih menunggu penunjukan oleh Ketua PN Banjarmasin, siapa hakim yang akan menyidangkan.
"Saya tidak bisa memastikan kapan sidangnya, karena kewenangan hakim yang bersangkutan memutuskan waktu sidang," ujarnya. (gmp)