Hulu Sungai Tengah “Benteng” Terakhir Meratus

- Senin, 24 Januari 2022 | 13:08 WIB
LONGSOR: Tanah bergeser di Pegunungan Meratus belum lama tadi. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
LONGSOR: Tanah bergeser di Pegunungan Meratus belum lama tadi. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Warga Hulu Sungai Tengah sampai sekarang konsiten menolak adanya tambang dan perkebunan sawit. Tujuannya untuk menjaga lingkungan dan kelestarian alam dari dampak industri ekstraktif tersebut.

Semangat penolakan ini terus menggema hinggu muncul tagar #SaveMeratus. Gerakan ini ternyata sudah menggeliat pada tanggal 27 November 1999. Diawali dengan terbentuknya aliansi Meratus menanggapi kasus alih fungsi kawasan lindung Pegunungan Meratus kala itu.

Namun tagar #SaveMeratus kian populer saat diterbitkannya izin produksi untuk salah satu perusahaan tambang yaitu PT Mantimin Coal Mining (MCM) sekitar tahun 2017. Penolakan terhadap perusahaan tambang itu mencuat besar-besaran. Mulai dari sini, masyarakat Kalimantan Selatan mengenal lebih jauh arti tagar tersebut.

“Warga HST harus tetap komitmen dengan penolakannya. Tentu harus didukung semua sektor, demi menjaga kelestarian alam jangan sampai niat baik tersebut tergadaikan oleh iming-iming apapun,” kata Muhammad Hidayat, warga HST yang sudah beberapa kali menjelajah Meratus.

Perjuangan untuk menjaga Pegunungan Meratus di HST masih terus bergelora. Bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan. Mencari perlindungan dengan upaya hukum yang ada. Walhi sejak tahun 2018 telah mengajukan gugatan terhadap SK menteri ESDM no 441.K/30/DBJ/2017 tentang izin operasi produksi tambang batubara.

Izin ini miliki PT MCM yang ada di tiga kabupaten, yaitu Balangan, Tabalong dan Hulu Sungai Tengah. Luas Konsesi perusahaan PKP2B ini mencapai 5.908 hektar. Di Hulu Sungai Tengah konsesi perusahaan ini masuk kawasan pegunungan karst.

Akhirnya pada tanggal 15 Oktober 2019 Mahkamah Agung membatalkan SK menteri ESDM melalui putusan nomor 369K/TUN/LH/2019. Lalu Tertanggal 3 September 2020 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menerima memori Peninjauan Kembali (PK) dari PT Mantimin Coal Mining. Tapi MA menolak PK tersebut melalui putusan Nomor 15 PK/TUN/LH/2021 tanggal 4 Februari 2021.

Pegunungan Meratus akhirnya sedikit terselamatkan. Karena sampai sekarang belum ada pemberitahuan jika menteri ESDM menjalankan putusan MA yakni mencabut SK no 441.K/30/DBJ/2017. “Belum ada pemberitahuan eksekusinya,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono.

Baru-baru ini Pemerintah Pusat mencabut ribuan izin usaha tambang. Namun izin tambang milik PT MCM di HST justru tidak masuk daftar. Kisworo menganggap ini suatu hal yang aneh. Menurutnya mencabut izin hal yang mudah. Jika pemerintah serius menertibkan izin-izin tambang bermasalah menurutnya izin industri ekstraktif di Kalsel layak dievaluasi. “Acuannya mudah, lihat bencana banjir yang terjadi di Kalsel. Ini dampak yang nyata,” bebernya.

Meski tak ada tambang dan perkebunan sawit. Bencana banjir terparah di Kalsel justru menimpa HST Januari 2021 lalu. 10 orang meregang nyawa akibat bencana alam tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi dengan alam HST?

Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup saat ini Penjabat Sekda HST Muhammad Yani berkali-kali menyampaikan jika tutupan lahan di Bumi Murakata semakin berkurang tiap tahunnya. Tahun 2018 tutupan lahan 61 persen, di tahun 2020 tutupan lahan tersisa 38 persen. “Karena ada pembukaan lahan dan ilegal logging yang tidak terkendali,” sebutnya.

Selain illegal logging, alih fungsi lahan juga menyumbang efek terjadinya banjir. Diperparah dengan banyaknya galian C di HST ada 7 galian C yang legal. Pemerintah HST sampai sekarang juga berkomitmen menolak adanya tambang dan perkebunan sawit. Untuk menjaga Meratus tetap asri dia meminta tidak ada lagi penebangan pohon untuk keperluan bisnis. “Mari kita jaga kearifan lokaklini,” pungkasnya. (mal/by/ran)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X