Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Tanah Laut menutup operasional pasar hewan yang berada di Kelurahan Sarang Halang, Kecamatan Pelaihari, menyusul gejala penyakit mulut dan kuku (PMK) menyerang ternak warga setempat.
Kepala Disnakeswan Tala H Iwan Persada mengatakan hal ini untuk mengantisipasi penyebaran PMK jika benar Tanah Laut sudah dimasuki penyakit PMK.”Kelima sapi itu kini dalam pengawasan secara intensif dan diberikan pengobatan,” sebutnya, Minggu (15/5).
Iwan mengaku, pihaknya belum mengetahui secara pasti dari mana asal penyebaran PMK di Tala.”Kami belum mengetahui rantai penyebarannya. Tapi, belum ada lagi informasi sapi lain yang terserang PMK di Tala,” ujarnya.
Terkait penutupan pasar hewan di Sarang Halang, Iwan mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan kapan akan dibuka kembali. Sebab masih menunggu meredanya penyebaran PMK. “Pak Bupati meminta untuk memutus penyebaran PMK dengan menutup kegiatan jual beli hewan di Kota Pelaihari,” bebernya. Meski demikian dia mengatakan jual beli ternak di wilayah lain, tidak dalam kontrol pihaknya.
“Kalau jual beli hewan di luar pasar hewan, itu di luar kendali kami,” tutup Iwan. Selain menutup pasar hewan, Disnakeswan Tala juga meminta bantuan Polres Tala untuk menghentikan sementara pengiriman sapi yang masuk ke Tala di daerah perbatasan. Hari Minggu sapi-sapi dari luar daerah biasanya berdatangan untuk masuk ke pasar hewan.
Kemudian, upaya-upaya pencegahan penularan PMK juga dilakukan Disnakeswan Tala dengan tetap dilakukan tim veteriner Disnakeswan dengan penyemprotan disinfektan pada kandang-kandang sapi milik warga, tujuannya untuk membunuh virus penyebab PMK.
Pemerintah Provinsi Kalsel sendiri dalam sepekan terakhir sedang mewaspadai ancaman PMK yang dapat menyerang hewan ternak. Karena penyakit ini telah menyerang sejumlah daerah di Jawa Timur.
“Segera melakukan langkah-langkah pencegahan PMK agar tidak terjadi di wilayah Kalimantan Selatan,” katanya. Selain itu dia meminta, Disbunnak Kalsel mengimbau peternak, pelaku usaha ternak, pelaku usaha di bidang pengolahan daging, dan petugas kesehatan hewan agar turut waspada serta melakukan pencegahan dini penyebaran penyakit menular hewan ternak.
Disamping itu, langkah-langkah yang ditekankan Paman Birin diantaranya adalah segera melakukan koordinasi dengan Balai Veteriner Banjarbaru untuk melakukan surveilans dan deteksi dini.
Paman Birin juga meminta Disbunnak Kalsel berkoordinasi dengan Balai karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin untuk pengawasan lalu lintas ternak dan produk ternak yang akan masuk ke Kalsel. “Tingkatkan pengawasan lalu lintas ternak di check point di perbatasan dengan Kalteng dan Kaltim,” pintanya.
Sementara itu, Kepala Disbunnak Kalsel, Suparmi menuturkan, sesuai arahan Gubernur Kalsel, pihaknya terus berkoordinasi dengan dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan kabupaten/ kota untuk meningkatkan biosekuriti di wilayah masing- masing.
Kemudian, mereka juga menggerakkan serta menyiagakan petugas – petugas Outbreak Investigation (OI), dokter hewan, dan paramedik hewan untuk melaksanakan deteksi dini dan pelaporan cepat melalui sistem iSIKHNAS (integrated Sistem Kesehatan Hewan Nasional).
“Sesuai arahan Bapak Gubernur, kita juga akan melakukan pembatasan pertimbangan teknis dan rekomendasi masuknya hewan dan produk hewan dari Provinsi Jawa Timur yang dilalu lintaskan ke wilayah Provinsi Kalsel,” jelas Suparmi.
Sekadar diketahui, PMK merupakan penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku genap/belah. Seperti sapi, kerbau, kambing, domba, rusa, babi, unta dan beberapa jenis hewan liar semisal bison, antelope, dan menjangan.
Hewan ternak yang terinfeksi virus ini menunjukan kepincangan, hipersalivasi (air liur menggantung), demam tinggi mencapai 41 derajat selsius dan pembentukan lepuh luka di mulut, lidah, gusi, hidung, puting, serta di kulit sekitar kuku.
PMK tidak bersifat zoonosis (menular ke manusia), namun penyakit ini pada ternak dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar akibat angka penyebaran penyakitnya yang tinggi mencapai 100 persen, dan penurunan produksi serta kualitas produk. Kemudian menjadi hambatan dalam perdagangan hewan dan produknya.
Indonesia telah dinyatakan sebagai Negara bebas PMK pada tahun 1986 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.260/1986 dan kemudian diakui oleh organisasi Kesehatan Hean dunia atau Office International des Epizooties (OIE) pada tahun 1990 dengan Resolusi No.XI. Namun dengan ditemukannya kasus PMK di Jawa Timur, seluruh sektor kesehatan hewan harus mewaspadai penyakit ini.
Virus PMK ini dapat menular melalui kontak langsung, aerosol, lalu lintas hewan, produk hewan, benda dan orang yang terkontaminasi virus. (sal/ris/by/ran)