Pegawai honorer resmi dihapus pada seluruh instansi pemerintah mulai 2023. Kabar ini sudah pasti membuat honorer waswas. Ini menyangkut piring nasi mereka. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalsel mencatat, ada sekitar 11 ribu tenaga honorer yang dimiliki Pemprov Kalsel.
Namun, Plt Kepala BKD Kalsel, Syamsir Rahman meminta agar para pegawai honorer tidak khawatir. Sebab mereka akan diusulkan untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). “Diusulkan untuk diangkat menjadi PPPK secara bertahap. Semoga pemerintah pusat berkenan,” katanya kepada Radar Banjarmasin, (2/6).
Dalam usulan itu, mereka akan diseleksi sendiri oleh pemda. “Masih kami telaah bagaimana pengangkatan PPPK melalui kebijakan daerah. Tidak di pusat lagi,” jelasnya. Menurutnya, seleksi PPPK lebih baik di daerah, karena pemda lah yang paling mengetahui kebutuhannya. “Selain itu, yang membiayai PPPK juga daerah. Bukan pusat,” tegasnya.
Ditekankannya, PPPK sangat dibutuhkan untuk menutupi kekurangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Pengangkatan PNS hampir terbatas. Paling perlu guru dan tenaga kesehatan,” katanya. Selama ini, saban bulan pemprov anggaran puluhan miliar rupiah untuk menggaji ribuan honorer tersebut. Kabid Kebendaharaan di Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel, Nurul Anwar menyebutkan, setiap honorer digaji Rp2,6 juta sebulan.
Dikalkulasikan dengan jumlah 11 ribu orang, maka keperluan totalnya mencapai Rp28,6 miliar. Sementara itu, seorang honorer di Dinas Komunikasi dan Informatika Kalsel berharap, ada solusi terbaik untuk mereka. “Jangan sampai kami dilepas begitu saja. Karena kami masih memerlukan pekerjaan,” harap pegawai yang enggan namanya dikorankan tersebut. Sejauh ini, belum ada informasi dari kantornya terkait penghapusan honorer. “Mungkin karena kebijakan ini masih baru dan menunggu 2023 nanti,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran tentang penghapusan tenaga honorer pada 2023 mendatang. Tertuang dalam surat nomor B/165/M.SM.02.03/2022 yang diterbitkan 31 Mei 2022.
Dalam surat itu, Tjahjo menugasi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk memetakan pegawai non ASN, siapa yang memenuhi syarat untuk diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS atau PPPK. PPK juga ditugasi menghapus honorer dan berhenti merekrut mereka. Bila diperlukan tenaga seperti pengemudi, petugas kebersihan dan satuan pengamanan, maka bisa diadakan melalui pihak ketiga (outsourcing).
Terakhir, memberi penyelesaian kepada honorer yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi CPNS maupun calon PPPK, sebelum batas waktu 28 November 2023. Bagi yang tidak mengindahkan amanat ini, misalkan tetap membuka lowongan untuk honorer, maka akan dijatuhi sanksi. Atau bisa menjadi objek temuan pemeriksaan, baik bagi auditor internal maupun eksternal.
Sekolah Bakal Kelimpungan
Pemko Banjarmasin bakal kelimpungan jika pusat menghapuskan keberadaan pegawai honorer. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Diklat Banjarmasin, Totok Agus Daryanto mengatakan, mereka masih sangat membutuhkan guru honorer. “Kalau tidak ada honorer, siapa yang mengajar? Walaupun guru PPPK sudah berjumlah 1.300, tapi yang pensiun juga banyak. Ada ratusan setiap tahun,” ungkapnya (2/6). Selain pendidikan, pelayanan kesehatan juga sangat tertolong oleh keberadaan honorer.
Kembali pada Totok, BKD ternyata juga tidak memiliki data jumlah honorer di pemko. “Datanya ada, tapi selalu berubah-ubah. Makanya, hari ini kami kumpulkan datanya. Kemudian kami rapatkan,” jelasnya. Dia mengatakan, sekretaris daerah sudah menginstrusikan pendataan dan pertemuan untuk menetapkan sikap menghadapi persoalan ini.
Sementara itu, Pemko Banjarbaru masih menahan diri untuk menyikapi beleid tersebut. “Masih kami pelajari aturannya, kami tidak ingin terburu-buru,” kata Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Banjarbaru, Said Abdullah kemarin. Dia mengakui, para honorer ini berjasa besar menopang kinerja ASN yang berjumlah 4.500 orang. “Total honorer di Banjarbaru ada 1.642 orang,” sebutnya.
Soal penggajian, honorer ini dibayar per kegiatan. “Yang mengeluarkannya masing-masing SKPD. Jadi anggarannya setiap tahun berubah-rubah,” jelasnya. Namun, setidaknya pemko harus mengeluarkan anggaran Rp30 miliar per tahun untuk membayar honorer yang kerap disebut Pegawai Tidak Tetap (PTT) tersebut. “Mendekati 30 miliar,” tutup Said. Dihitung-hitung, maka dalam sebulan rata-rata seorang honorer menerima Rp1,5 juta. (war/rvn/ris/gr/fud)