Siti Farida, Perempuan Kalsel yang Rutin Berenang di Sungai Aare, Permisi Pada Penjaga Sungai

- Selasa, 7 Juni 2022 | 11:22 WIB
TINGGAL DI SWISS: Farida berenang di Aare. Sungai yang ramai dibincangkan setelah tragedi yang menimpa Eril, putra Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Foto: SITI FARIDA
TINGGAL DI SWISS: Farida berenang di Aare. Sungai yang ramai dibincangkan setelah tragedi yang menimpa Eril, putra Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Foto: SITI FARIDA

“Datu-Datu, ulun permisi handak bekunyung di sini.” Mantra itu diucapkan Siti Farida Elyanor penuh kesungguhan sebelum bercebur di Sungai Aare, Swiss.

Penulis RANDU ALAMSYAH

Bagi Farida, sederhana saja. Meski sudah puluhan tahun tinggal di Eropa, tradisi menghormati entitas gaib yang menguasai wilayah-wilayah tertentu masih erat dipercayainya. Sebagaimana leluhurnya di Banjar.  

“Aku berpikir ada datu penjaga sungai, penjaga hutan, penjaga gunung, lembah, pantai, makanya kalau ke mana-mana harus permisi dulu,” ucap perempuan kelahiran Kelua, 1967 ini. Berenang di Sungai Aare sudah menjadi kebiasaan Farida sejak putra sulungnya, Dr Stephen Laule Jan bekerja dan memilih tinggal di Bern.

Setiap tahun, Farida dan suaminya, Werner Laule bertolak dari rumah mereka yang nyaman di Offenburg, Baden-Wurttenberg, Jerman bagian selatan ke Swiss untuk mengunjungi Stephen.

Setiap kali berkunjung, Farida selalu menyempatkan diri untuk berenang di Sungai Aare di lingkungan Marzili, kolam renang populer yang hanya berjarak 300 meter dari Gedung Parlemen. Sejauh yang diketahui Farida dari pengalamannya berenang di Sungai Aare, ada hal-hal yang harus diperhatikan para pengunjung.

“Sebelum masuk sungai, disarankan basahi badan di shower dulu, supaya awak kada takajut (badan tidak terkejut) pas masuk ke banyu (air),” ucapnya. Ini penting. Banyak turis, khususnya dari Asia yang tidak terbiasa dengan suhu air Sungai Aare. Mereka biasa langsung bercebur tanpa mempelajari aturan-aturan yang sebenarnya sudah ditulis pada rambu-rambu tepian sungai.

Selain harus beradaptasi dengan suhu air, para perenang juga disarankan untuk tidak masuk air dalam kondisi kenyang atau mabuk. Juga sebisanya berenang dengan berkelompok. Acap pengabaian terhadap aturan-aturan ini berujung fatal. Setiap tahun, selalu saja ada turis yang hilang di Sungai Aare.

“Semua yang hilang adalah pengunjung atau turis, warga lokal biasanya sudah tahu aturan, jadi aman saja,” ucapnya. Dia mengatakan dahsyatnya Sungai Aare tidak bisa dianggap remeh. Arusnya lebih deras dari Sungai Loksado di musim banjir. Belum lagi menghitung dingin dan bebatuan di dasar Aare yang cukup menyulitkan.

“Turunnya nyaman tapi ngalih naiknya (menyelam enak tapi sulit untuk naik) karena walau kita sudah sampai ke batang, harus sigap bepingkut (erat berpegangan) dan langsung naik karena arus di pinggir sungai juga tetap deras,” ucapnya.

Otoritas setempat sebenarnya sudah menyediakan banyak fasilitas dan infrastruktur yang mencegah seseorang tenggelam di Sungai Aare. Jika perenang tak mampu mencapai pegangan di tepian, ada lagi besi pegangan dengan warna mencolok di depan. Karena itu, menurut Farida, Sungai Aare sebenarnya aman. Tak ada buaya atau binatang air yang buas yang perlu dikhawatirkan. Jika pengunjung mematuhi aturan setempat, berenang di Sungai Aare bisa jadi aktivitas musim panas yang menyenangkan.

“Saya kalau berenang pakai tas pelampung isi pakaian dan juga pakai sepatu karet,” katanya seraya menjelaskan baju renang yang dipakai bisa menaikkan suhu badan sekitar 5 derajat dari suhu air. Suhu air di Aare sendiri biasanya berkisar 15 sampai 17 derajat.

“Matematika warga setempat, kalau suhu air 15 derajat, maka berenang harusnya hanya bisa 15 menit,” rincinya seraya mengatakan untuk waktu segitu, seorang perenang bisa melarutkan diri sampai 1 hingga 2 kilometer.

Bagaimana pendapatnya tentang Eril, anak gubernur Jawa Barat yang hilang di Aare? Menurutnya, biasanya orang yang hilang akan muncul dalam satu atau tiga pekan setelah hilang. “Biasanya orang yang tenggelam karena tertahan bebatuan di dasar sungai,” jelasnya.

Farida sudah tinggal di Eropa sejak tahun 1984. Dia menikah dengan Werner Laule, seorang insinyur navigasi airport yang bekerja di Thales, sebuah perusahaan Jerman. Pasangan beda benua ini dianugerahi dua anak, Stephen Laule dan Sandra Lauke. Sesekali keluarga ini mengunjungi Kalsel untuk menengok kampung halaman Farida di Kelua dan rumahnya di Banjarbaru. (gr/fud)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X