Adaro Ajukan Perpanjangan Izin Tambang, Aktivis Lingkungan Bereaksi

- Kamis, 23 Juni 2022 | 12:37 WIB
EMAS HITAM: Lahan tambang batu bara di Kalimantan Selatan. PT Adaro sedang mengajukan perpanjangan izin tambang. FOTO: DOK RADAR BANJARMASIN
EMAS HITAM: Lahan tambang batu bara di Kalimantan Selatan. PT Adaro sedang mengajukan perpanjangan izin tambang. FOTO: DOK RADAR BANJARMASIN

Masa kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik PT Adaro Indonesia di wilayah Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Balangan akan berakhir sebelum akhir tahun ini.

Setelah 30 tahun beroperasi di Kalimantan Selatan sejak 1992, masa kontrak dengan lahan konsesi seluas 31.380 hektare itu akan berakhir pada 1 Oktober 2022.

Mengacu pada Undang-Undang Minerba, disebutkan bahwa kontrak atau perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan, dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). 

Jangka waktu untuk sekali perpanjangan paling lama 10 tahun. Syaratnya, ada peningkatan penerimaan negara dari para kontraktor. Berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Adaro sendiri mencatat produksi 51-52 juta ton per tahun ini. Eksternal Relation Division Head PT Adaro Indonesia, Thoha mengungkap, permohonan perpanjangan kontrak PKP2B menjadi IUPK sudah diajukan sejak tahun lalu. 

“Sekarang tinggal proses kelengkapan dokumen serta administrasinya saja. Sejauh ini tidak ada hambatan,” ujarnya.

Adaro juga menjalin koordinasi dengan pemkab setempat. Bupati Balangan, Abdul Hadi mengatakan, tim yang diketuai sekretaris daerah sedang mengevaluasi perpanjangan izin tersebut.

“Salah satunya mencocokkan antara wilayah izin yang diajukan perusahaan dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Balangan,” jelasnya.

Menyikapi pengajuan perpanjangan kontrak tambang Adaro, aktivis lingkungan Balangan yang getol menyuarakan pelestarian lingkungan, Sugianoor berharap evaluasi ini bakal menyeluruh.

“Bukan hanya terkait pengelolaan lingkungan, reklamasi dan jaminan dana reboisasi, tetapi juga aspek sosial dan keadilan bagi daerah penghasil. Seperti persentase dana CSR, royalti dan serapan tenaga kerja,” ulasnya. 

Jangan sampai persentase CSR, royalti dan jumlah tenaga kerja bagi daerah Balangan masih begini-begini saja. Masih jauh dari harapan.

Sebab, operasional tambang Adaro di Balangan hampir mencapai 90 persen. “Belum lagi misalnya persoalan sosial seperti hilangnya Desa Wonorejo dan sengketa lahan yang kerap terjadi. Harusnya menjadi bahan evaluasi untuk pemberian perpanjangan izin,” lanjutnya.

“Kami tidak anti investasi, apalagi ini menyangkut perekonomian nasional dan daerah. Namun, jangan sampai juga rasa ketidakadilan terus dibiarkan. Inilah poin pentingnya,” pungkas Sugiannor. (why/gr/fud)

 
 
 
 

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran, Duit Sisa THR Ikut Hangus

Sabtu, 20 April 2024 | 09:15 WIB
X