Pangeran Antasari Ternyata Dua Kali Dikuburkan

- Jumat, 8 Juli 2022 | 12:30 WIB
PAHLAWAN NASIONAL: Lukisan Pangeran Antasari yang diabadikan dalam lembaran Rupiah pecahan dua ribu.
PAHLAWAN NASIONAL: Lukisan Pangeran Antasari yang diabadikan dalam lembaran Rupiah pecahan dua ribu.

PANGERAN Antasari mendapat gelar pahlawan nasional lewat surat keputusan (SK) presiden tertanggal 27 Maret 1968. Setelahnya, setiap 11 Oktober, masyarakat Kalimantan Selatan memperingati kepahlawanan Pangeran Antasari. Yang wafat pada tanggal tersebut, tahun 1862 silam. Nama kecil beliau adalah Gusti Inu Kertapati. Lahir di Kayutangi, Martapura tahun 1787. 

Oleh Kesultanan Banjar, diberi gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mu’minin (Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina).
Banyak yang tak tahu, Pangeran Antasari awalnya dimakamkan di Kalimantan Tengah.

Dosen sejarah dari FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Mansyur mengacu pada beberapa sumber sekunder. “Dalam catatan Artum Artha tahun 1995 dituliskan, pangeran awalnya dimakamkan di Dusun Bayan Bengok,” sebutnya.

Dusun itu berada di Desa Sampirang Kecamatan Teweh Timur Kabupaten Barito Utara. Setelah 96 tahun terkubur di pinggiran hulu Sungai Barito, nyaris seabad, keluarga kesultanan menyetujui pemindahan makam pangeran.

Makam itu dibongkar dan dipindahkan pada tahun 1958. “Ketika diangkat, bagian yang masih utuh adalah tulang tengkorak. Tempurung lutut dan beberapa helai rambut,” tambahnya. 

Soal penyebab kematian sang pangeran, ada beberapa versi. Versi Artha, akibat penyakit paru setelah pertempuran di kaki bukit Bagantung Tundakan. Sedangkan versi Sjamsudin (2001) lantaran terjangkit wabah cacar.

Sama dengan versi dari buku yang diterbitkan pemda tingkat 1 pada 1958. Kala wabah melanda pedalaman, Pangeran Antasari yang sakit parah diangkut ke daerah pegunungan di Dusun Hulu. Hingga akhirnya meninggal dunia di sana.

Kembali pada masalah pemindahan makam, pelaksanaannya ditangani oleh sebuah panitia khusus. Rezim Orde Lama sendiri tak mencatat secara rinci tentang peristiwa itu.

Cerita lengkap ditemukan dalam buku Perang Banjar Barito karya Ahmad Barjie. Dipaparkan, Pangeran Antasari menghembuskan napas terakhirnya di Puruk Cahu. Karena masih darurat perang, tubuhnya dikuburkan di dalam hutan.

Berkali-kali hendak dipindahkan, selalu gagal lantaran diganggu binatang buas dan makhluk gaib penghuni hutan. Konon, kuburannya dijaga oleh “orang sebelah” yang menjadi bawahan pangeran saat memerangi kolonial Belanda. Menghadapi masalah itu, muncul usulan untuk menghubungi KH Idham Chalid. Ulama besar asal Amuntai yang sedang bertugas di Jakarta. 

Chalid adalah Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pernah menjadi Ketua DPR/MPR, Ketua DPA, Menko Kesra, dan tokoh pemimpin Partai Masyumi.

Singkat cerita, panitia berangkat ke Jakarta untuk mendatangi Chalid. Tanpa ikut ke Banjarmasin, ia hanya menitipkan sebuah surah untuk dibacakan di depan makam.

Panitia sempat ragu, tapi menaati saja. “Sesampainya di hutan, surah dibacakan. Ajaibnya, tidak ada lagi gangguan-gangguan aneh yang muncul,” tutur Mansyur.

Kisah ini menjadi populer karena diceritakan langsung oleh Chalid kepada murid-muridnya. Setelah itu, proses pemindahan makam menjadi lancar. Kini bisa diziarahi di Jalan Masjid Jami, Surgi Mufti, Banjarmasin Utara. Upacara pemakaman kembali itu dihadiri oleh Gubernur Syarkawi, Pangdam X Lambung Mangkurat Kolonel Kusno Utomo, Wali Kota Banjarmasin Aidan Sinaga serta Dandim 1007 Kapten M Hammy AM.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X