Sidang sengketa perdata antara KUD Makarti Jaya dengan PT Anugerah Wattiendo (AW) berlanjut kemarin (10/8) di Pengadilan Negeri Marabahan.
Masih dengan agenda yang sama, pemeriksaan bukti dan saksi-saksi. Setelah saksi dari penggugat berbicara, kini giliran tergugat yang menghadirkan saksi.
PT AW menghadirkan dua saksi. Satu saksi mengaku sebagai koordinator lapangan dan satunya lagi sebagai satpam.
Saksi pertama atas nama Hermana. Menjelaskan terkait sejarah kerja sama antara KUD Makarti Jaya, PT ABS, hingga berpindah ke PT AW yang saat ini sedang bersengketa.
“Dulu bekerja sebagai koordinator lapangan dan sudah berhenti sekitar tahun 2020,” ujarnya. Kala itu, ia mengawasi sekitar sepuluh mandor dan 50-60 buruh.
Diceritakannya, lahan seluas 1.000 hektare itu awalnya hutan lebat dan semak belukar. “Dalam kerja sama, PT ABS berkewajiban mengelola kebun,” ujarnya.
PT ABS kemudian membuka lahan dengan alat berat lalu memulai penanaman. Sekitar tahun 2015, kerja sama berpindah ke PT AW.
Hermana mengetahuinya lantaran sering dilibatkan dalam rapat. “Saya sering melihat dan mendengar, makanya tahu,” ujarnya.
Saat masa transisi, menurutnya kondisi kebun itu masih bagus. “Karena tetap dirawat,” ujarnya.
Memasuki tahun 2020, perawatan dihentikan. Perusahaan berhenti beroperasi karena larangan dari koperasi unit desa tersebut.
“Ada larangan, tidak boleh beraktivitas. Yang saya tahu dengan penutupan jalan, diportal. Saat itu, yang memanen adalah masyarakat. Bukan PT AW lagi,” bebernya.
Namun, soal portal itu sebenarnya hanya kabar yang ia dengar, tidak dilihatnya secara langsung. “Karena saya sudah tidak bekerja di sana lagi,” tukasnya.
Ditanya apakah PT AW menderita kerugian akibat, dia menegaskan ya. Sebelum itu, PT AW bisa memanen sekitar 200-300 hektare sawit. “Sejak diportal, perusahaan merugi,” tegasnya.
Sementara saksi kedua adalah Mulyono. Dia mengaku sebagai satpam KUD, tapi justru menerima gaji dari PT AW.