Tapi Apri tak komplain. Ia mendukung penuh kebijakan ini. Karena kualitas gambarnya yang cakep. “Kalau sudah dapat, hasilnya seperti nonton YouTube,” serunya. (mof/gr/fud)
Migrasi siaran analog ke digital digelar serentak pada pukul 24.00, tanggal 2 November. Tanpa set top box (STB) atau alat pengubah sinyal, dipastikan TV di rumah hanya menjadi pajangan belaka. Alat itu sudah lama dijual di pasaran. Tersebar di toko-toko elektronik. Dari harga ratusan ribu rupiah sampai jutaan. Intinya, mau rupa ada harga.
Bagaimana cara memilihnya? Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalsel, Fadli Rizky mewanti-wanti agar masyarakat tak tergiur harga murah.
“Pastikan STB tersebut sudah bersertifikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika,” pesannya. Pada alat dan kotaknya juga harus diteliti. Sebab perlu spek DVB-T2. Tanpa ini, takkan bisa mengubah sinyal, baik gambar maupun suara dari analog ke digital.
“Memang teknis. Tapi tanpa spesifikasi itu, tak bisa menangkap sinyal digital,” imbuhnya.
Namun jangan khawatir. Sebab, banyak STB dengan harga terjangkau telah memegang sertifikasi kementerian.
“Sesuaikan dengan kemampuan kantong. Banyak yang murah kisaran Rp150 ribu,” ujar mantan wartawan televisi lokal itu.
Diterangkan Fadli, mulanya peralihan ini diawali Jabodetabek. Belakangan, Kalsel dan daerah lainnya dibarengkan. “Ternyata malah serentak di seluruh daerah,” tambahnya.
Migrasi ini dijadwalkan bulan April, lalu mundur ke November. Jauh sebelum itu, Apri sudah bersiap.
Warga Sungai Andai, Banjarmasin Utara ini sudah membeli TV digital yang tidak memerlukan STB tambahan. Namun, Aprianoor melihat migrasi ini belum mulus. “Kadang tak ada sinyal, ketika ada terputus-putus,” ujarnya.